Jakarta (ANTARA) - Standard Chartered Indonesia meyakini bisnis transaction banking, yang mencakup layanan cash management dan trade finance, tetap solid hingga akhir 2025 di tengah tren penurunan suku bunga acuan (rate cut) yang berpotensi menekan pendapatan bunga.
“Tapi yang bagusnya itu adalah performance kita (bisnis transaction banking) tahun ini masih sangat solid. Beberapa hal yang bisa kami kontrol itu (di luar faktor rate cut), pada dasarnya kami menjaganya dengan sangat baik,” kata Head of Transaction Banking Standard Chartered Indonesia Jenny Tantono dalam media briefing di Jakarta, Kamis.
Jenny mencontohkan, salah satu pendorong utama kinerja transaction banking berasal dari pertumbuhan bisnis Koridor China, yakni lini bisnis yang memfasilitasi transaksi perdagangan dan investasi dengan China.
Segmen ini mencatat kenaikan pendapatan sekitar 48 persen, diikuti pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sekitar 30 persen, serta lonjakan pembiayaan perdagangan (trade financing) hampir tiga kali lipat dibanding periode sebelumnya.
Selain itu, kinerja juga didorong oleh peningkatan aktivitas devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA). Jenny mencatat jumlah eksportir yang memiliki rekening khusus DHE SDA di Standard Chartered Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan periode sebelumnya.
Dalam menghadapi kebijakan penurunan suku bunga, Jenny menegaskan komitmen Standard Chartered Indonesia untuk menyesuaikan suku bunga pinjaman dan simpanan. Langkah ini juga dilakukan untuk membantu industri menurunkan biaya dana (cost of fund) sekaligus menjaga stabilitas sistem perbankan.
Ia menambahkan, layanan cash management juga menjadi sumber utama pertumbuhan DPK Standard Chartered Indonesia. Layanan ini membantu bank menarik dana secara stabil dan berkelanjutan, bukan hanya melalui kompetisi suku bunga.
Kontribusi DPK dari cash management, catat Jenny, mencapai lebih dari 60 persen dari total DPK Standard Chartered Indonesia, dengan dominasi DPK berbasis CASA (current account saving account).
“Kita menggunakan strategi melalui transaction banking untuk bagaimana kita bisa meng-attract DPK yang lebih operasional, yang bukan hot money, yang bukan kita dapatkan karena perang harga. Jadi kita akan stick dengan strategi tersebut,” kata Jenny.
Adapun secara keseluruhan, bisnis transaction banking menyumbang sekitar 50 persen dari pendapatan corporate banking Standard Chartered Indonesia.
Sebagai bagian dari transaction banking, Jenny menyebutkan bahwa trade finance masih didorong oleh sektor manufaktur, processing, dan logistik, yang menjadi penopang utama pertumbuhan bisnis ini.
Sementara dari sisi nasabah, kontribusi terbesar berasal dari perusahaan multinasional dan lembaga keuangan. Namun, Standard Chartered Indonesia juga melirik korporasi lokal yang mulai berekspansi ke pasar internasional sebagai peluang pertumbuhan baru bagi bank.
Standard Chartered Indonesia pun tetap percaya diri terhadap prospek bisnis transaction banking, seiring bank terus memanfaatkan jaringan global dan inovasi digital untuk mendukung nasabah.
Baca juga: Bank asing nilai injeksi Rp200 T ke Himbara bantu industri tekan CoF
Baca juga: AllianzGI hadirkan produk reksa dana khusus klien Standard Chartered
Baca juga: Standard Chartered berikan fasilitas pinjaman Rp385 miliar kepada MBK
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.