Beijing (ANTARA) - Duta Besar RI untuk Mongolia periode 2010-2013 Imron Cotan mengusulkan agar Indonesia dan Tiongkok dapat mengembangkan "Silicon Valley" bersama sehingga Indonesia bukan hanya mengekspor produk mentah ke China.
"Sebagai langkah ke depan, sudah saatnya bagi kedua negara untuk menyusun peta jalan agar Indonesia dapat memasuki rantai pasok China ke level yang lebih tinggi. Langkah strategis pertama, menurut saya, adalah bersama-sama mengembangkan pusat keunggulan "Silicon Valley" di Indonesia untuk membantu menghasilkan produk ramah lingkungan," kata Imron Cotan di Beijing, Selasa (9/12).
Imron mengatakan hal tersebut dalam acara seminar "Indonesia and China After 75 Years of Bilateral Relations: The Way Forward" yang diselenggarakan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing bekerja sama dengan lembaga Center for China and Globalization (CCG).
Seminar tersebut dihadiri sekitar 100 peserta yang terdiri dari diplomat, para pakar, akademis, praktisi, mantan pejabat maupun mahasiswa Indonesia dan China sebagai salah satu peringatan 75 tahun hubungan Indonesia-China.
"Indonesia dan China jika digabungkan merupakan pasar yang besar, tetapi mungkin melampaui pasar kita. Oleh karena itu, terdapat kebutuhan mendesak bagi Indonesia untuk secara bertahap meninggalkan industri ekstraktif yang tidak ramah lingkungan ke (arah) industri ramah lingkungan," ungkap Imron.
Peran China, kata Imron, menjadi penting karena China kini menjadi negara terdepan dalam inovasi.
Duta Besar RI untuk Mongolia periode 2010-2013 Imron Cotan dalam seminar "Indonesia and China After 75 Years of Bilateral Relations: The Way Forward" di Beijing, Selasa (9/12/2025). (ANTARA/HO-KBRI Beijing)"Saat ini, Indonesia menjadi rantai pasok dari tangga terbawah ke China dengan memasok komoditas setengah jadi kalau bukan disebut mentah, terutama batu bara, bijih besi, nikel, dan minyak sawit. Tidak ada indikasi apa pun bahwa tahun fiskal selanjutnya akan berbeda," ungkap Imron.
Padahal saat ini Indonesia dilanda bencana banjir besar yang menyebabkan infrastruktur publik dan rumah-rumah rusak parah sehingga membutuhkan biaya jutaan dolar AS untuk pemulihan dan mitigasi bencana alam. "Sebuah tugas yang sangat sulit karena Indonesia saat ini sedang mengalami tekanan keuangan," tambah Imron.
Sedangkan Menteri Luar Negeri RI periode 2001-2009 Hassan Wirajuda mengatakan sejak 2013, Indonesia dan China memiliki Kemitraan Strategis Komprehensif (Comprehensive Strategic Partnership) yang menjadi komitmen politik tingkat tertinggi untuk memperluas dan memperdalam kerja sama di bidang politik, perdagangan dan investasi, maritim, infrastruktur, konektivitas, akses digital, transisi energi hingga perubahan iklim.
"Di bawah Kemitraan Strategis Komprehensif, hubungan bilateral kita berkembang pesat, dinamis, dan saling menguntungkan. Berbagai kerangka kerja kemitraan termasuk ASEAN-China, Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China, dan 'Regional Comprehensive Economic Partnership' (RCEP) mungkin tampak tumpang tindih, tetapi pada kenyataannya saling memperkuat," kata Hassan dalam sambungan video dari Jakarta untuk acara yang sama.
Hasilnya jelas, China telah menjadi mitra dagang terbesar bagi Indonesia dan ASEAN. Pada 2023, perdagangan ASEAN-China mencapai hampir satu triliun dolar AS (983,33 miliar dolar AS), menjadikan ASEAN mitra dagang terbesar China.
Sedangkan mantan Dubes RI untuk Inggris Raya dan Irlandia Rizal Sukma dalam acara yang sama mengatakan RCEP meski merupakan "platform" ekonomi dapat diusulkan agar juga memasukkan dimensi keamanan dan strategis.
"Jadi, kita bisa melihat semua isu di mana hubungan ekonomi dan keamanan sebenarnya tidak terpisahkan. Saya tidak terlalu nyaman dengan mereka yang mengatakan bahwa, bisa bekerja sama dengan China untuk ekonomi tapi kerja sama keamanan dengan Amerika, padahal ekonomi dan keamanan ini sebenarnya saling terkait," kata Rizal.
RCEP dinilai sebagai "platform" yang baik untuk benar-benar bekerja membahas dimensi keamanan dari kerja sama ekonomi seperti perubahan iklim, keamanan rantai pasok hingga isu mineral.
"Indonesia-China harus bekerja sama untuk mengatur dan juga memastikan bahwa, kita mengikuti prinsip-prinsip pelestarian, lautan sehingga isu-isu seperti menipisnya stok ikan dan sebagainya bisa ditanggulangi. Ke depan perlu ada rencana mau ke mana hubungan kedua negara untuk 20 atau 30 tahun ke depan," tambah Rizal.
Pembicara lain yaitu dosen dari Fudan University, Ren Xiao menyebut China telah menyelesaikan sengketa wilayah dengan 12 dari 14 negara.
"Ini bukanlah pencapaian kecil. Kami menyelesaikan sengketa wilayah kami satu per satu dengan 12 negara tetangga. Apa artinya itu? Hal ini menunjukkan Asia memiliki kebijaksanaan dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah di antara mereka sendiri, hanya dengan dua sengketa wilayah yang tersisa yaitu sengketa wilayah dengan India dan Bhutan," kata Ren Xiao.
China, kata Ren Xiao, sangat mementingkan pembangunan lingkungan yang damai dan stabil karena tanpa perdamaian, pembangunan akan mustahil.
"China, sebagai negara tetangga ASEAN, berharap negara-negara tetangga kami dapat hidup berdampingan secara damai dan sejahtera," ungkap Ren Xiao.
Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia DJauhari Oratmangun mengatakan China tetap menjadi mitra dagang terbesar dan investor utama Indonesia.
Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia DJauhari Oratmangun dalam seminar "Indonesia and China After 75 Years of Bilateral Relations: The Way Forward" di Beijing, Selasa (9/12/2025). (ANTARA/HO-KBRI Beijing)Pada 2024, nilai transaksinya mencapai 147,78 miliar dolar AS (sekitar Rp2.478 triliun), menurut data Bea Cukai China. Sedangkan untuk hal investasi, China juga menjadi negara ketiga terbesar yang berinvestasi secara langsung di Indonesia dengan 8,1 miliar dolar AS sementara Hong Kong 8,2 miliar dolar AS.
"Tahun ini, kami juga sepakat untuk meningkatkan kerja sama keuangan dari Penyelesaian Mata Uang Lokal (LCS) menjadi Transaksi Mata Uang Lokal (LCT), yang akan semakin memperkuat ketahanan perdagangan dan investasi antarnegara. Interaksi antarmasyarakat tetap menjadi salah satu pilar paling dinamis dalam kerja sama kami," kata Djauhari dalam acara tersebut.
China terus menjadi salah satu sumber wisatawan mancanegara terbesar ke Indonesia. Tercatat pada 2024, sekitar 1,2 juta wisatawan China berkunjung ke Indonesia dan untuk periode Januari-Oktober 2025, Indonesia telah menyambut hampir 1,2 juta wisatawan China.
"Namun, seiring kita menatap masa depan, kedua negara menghadapi lanskap global yang semakin kompleks dan tidak pasti. Titik panas regional terus meningkat. Pergeseran politik internal dan tekanan domestik menjadi berita utama setiap hari dan sumber daya alam dan lingkungan menghadapi tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya," ungkap Dubes Djauhari.
Baca juga: KBRI Beijing adakan forum bisnis dorong realisasi dagang di Mongolia
Baca juga: KBRI Beijing ajak lebih banyak pengusaha China investasi di Indonesia
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































