Los Angeles (ANTARA) - Pelabuhan Los Angeles (Port of Los Angeles/POLA) menangani sebanyak 883.053 TEU (twenty-foot equivalent unit) pada September, turun 7,5 persen secara tahunan (year on year/yoy), ungkap otoritas pelabuhan tersebut pada Rabu (15/10).
Menurut data bulanan dari pelabuhan tersibuk di Amerika Serikat (AS) itu, muatan impor yang tercatat sebanyak 460.044 TEU, turun 7,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya, sementara muatan ekspor mencapai 114.693 TEU, atau hampir sama seperti pada 2024.
Selain itu, pelabuhan tersebut juga telah menangani 308.317 peti kemas kosong bulan lalu, 10 persen lebih sedikit dibandingkan tahun lalu.
Data menunjukkan bahwa impor melalui POLA mengalami penurunan untuk bulan kedua berturut-turut pada September, meski total volume kargo pada kuartal ketiga (Q3) mencapai rekor tertinggi.
Para pelaku industri memprediksi bahwa kebijakan perdagangan AS saat ini berpotensi menurunkan volume impor bulanan di pelabuhan kontainer utama menjadi kurang dari 2 juta TEU sepanjang sisa tahun ini.
Direktur Eksekutif POLA, Gene Seroka, memperingatkan bahwa kebijakan perdagangan AS memicu letidakpastian yang lebih besar.
Dia menjelaskan bahwa saat kenaikan tarif pertama kali diumumkan, para importir menunda pesanan dari China, tetapi pengiriman kembali pulih ketika tenggat waktu diperpanjang.
"Rantai pasokan telah mengalami naik turun sepanjang tahun, dan kondisi itu terus berlanjut," ujarnya.
"Pemberlakuan tarif di satu sektor cenderung memicu kenaikan harga di sektor lain. Pada akhirnya, hal ini membuat harga barang menjadi lebih mahal," lanjutnya.
Laporan yang dirilis pada 8 Oktober oleh National Retail Federation dan Hackett Associates menyebutkan bahwa musim puncak impor telah berlalu, karena para peritel telah memuat pengiriman mereka lebih awal sebelum tarif baru diberlakukan.
Laporan tersebut memperkirakan bahwa pelabuhan-pelabuhan utama di AS akan menangani sekitar 1,97 juta TEU pada Oktober, turun 12,3 persen (yoy), 1,75 juta pada November, turun 19,2 persen, dan 1,72 juta pada Desember, turun 19,4 persen, menjadikannya angka terendah sejak Maret 2023.
"Ketidakpastian yang signifikan sedang terjadi akibat volatilitas yang terus berlanjut dalam kebijakan tarif AS," sebut Ben Hackett, pendiri Hackett Associates.
"Seiring berkurangnya stok persediaan, dampak inflasi penuh dari kebijakan tarif tersebut akan mulai terlihat," imbuhnya.
Pewarta: Xinhua
Editor: Ade irma Junida
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.