HSBC: Perusahaan di Indonesia sedang transformasi menuju otomatisasi

11 hours ago 1

Jakarta (ANTARA) - Head of Global Payments Solutions HSBC Indonesia Anne Suhandojo mengatakan perusahaan-perusahaan di Indonesia sedang bertransformasi menuju otomatisasi.

“Jadi dari yang hanya memiliki semuanya manual, jadi mempunyai internet banking. Dari yang internet banking, bergerak yang lebih canggih lagi, menggunakan konektivitas langsung dengan bank (host-to-host), mungkin API (Antarmuka Pemrograman Aplikasi), baik untuk transaksi maupun data,” ujarnya dalam acara media briefing Survei HSBC: AI dan Tren Digitalisasi Keuangan Perusahaan Masa Depan di Jakarta, Kamis.

Menurut pihaknya, manajer keuangan di Asia Pasifik (termasuk Indonesia) membutuhkan real time treasury untuk mencapai pertumbuhan bisnis di tengah fluktuasi mata uang dan suku bunga.

Seiring terjadi gejolak pasar, digitalisasi sistem pembayaran dinilai menjadi faktor kunci dalam mewujudkan real-time treasury karena memungkinkan manajer keuangan/treasuri memiliki akses dan informasi menyeluruh secara real-time atas transaksi pembayaran, kebutuhan modal kerja di seluruh anak usaha (entitas), posisi arus kas, serta eksposur valuta asing.

Dia menyampaikan bahwa HSBC telah membantu nasabah Indonesia untuk mendorong digitalisasi sistem pembayaran mereka guna mengatasi kompleksitas pembayaran lintas batas (cross border payments). Langkah tersebut mencakup berbagai solusi pembayaran seperti pembayaran domestik maupun cross border, dengan menggunakan sistem dan otomatisasi konversi mata uang ke 130 jenis valuta asing untuk pembayaran ke luar negeri.

“Dari sisi infrastruktur juga, sebetulnya Bank Indonesia mengantisipasi keperluan adanya real-time treasury ini dengan menyediakan real-time system, yaitu BI-FAST. Jadi dengan BI-FAST, dengan ketersediaan QRIS, semuanya kan menjadi real-time. Jadi, biar perusahaan melihat bahwa kami melakukan sesuatu tindakan yang di real-time,” kata Anne.

Salah satu nasabah HSBC, perusahaan pelayaran di Indonesia yang memiliki 12 anak perusahaan di berbagai negara di Asia, disebut dapat melakukan efisiensi proses bisnis lewat integrasi solusi pembayaran dan cash management dari HSBC.

Sebelumnya, perusahaan tersebut menggunakan bank berbeda dan kanal pembayaran berbeda di tiap negara, sehingga membutuhkan proses manual untuk mengintegrasikan data. Visibilitas terhadap posisi kas juga terbatas karena informasi belum real time dan terkonsolidasi.

Dia menegaskan bahwa real-time treasury bukanlah artificial intelligence (AI), tetapi otomasi dalam hal pembayaran hingga manajemen likuiditas. Namun, AI bisa digunakan mendukung proses pengumpulan data melalui real-time treasury dengan menambahkan fungsi data analytics.

Berdasarkan survei HSBC, treasuri perusahaan (treasurer) di Indonesia melihat manfaat signifikan dari otomatisasi dan AI dalam meningkatkan efisiensi serta pengambilan keputusan.

AI dianggap bisa memberikan prediksi lebih akurat terkait proyeksi arus kas dan transaksi lindung nilai (hedging), khususnya dalam menghadapi volatilitas mata uang dan suku bunga.

Kendati demikian, sebagian besar manajer keuangan di Indonesia khawatir terhadap risiko penerapan AI sebagai teknologi baru, khususnya dalam hal keamanan siber.

Sebanyak 48 persen treasuri di Indonesia mengidentifikasi hal ini sebagai hambatan utama, tertinggi dibandingkan tujuh negara Asia Pasifik lain yang terlibat dalam survei.

Perlindungan dan keamanan data turut menjadi perhatian penting karena sejumlah insiden peretasan pernah terjadi.

Temuan ini berbeda dengan hasil survei di Asia Pasifik yang menyebutkan bahwa perusahaan mempercepat transformasi sistem keuangan digital berbasis data dan real-time treasury untuk menavigasi kondisi bisnis yang semakin komplek.

Meskipun hanya 8 persen yang menganggap AI sangat berguna saat ini, survei mencatat satu dari dua manajer keuangan memperkirakan manfaat AI akan sangat berguna dalam tiga tahun mendatang.

AI dinilai berpotensi besar meningkatkan akurasi prediksi, mendeteksi penipuan, serta mengidentifikasi pola abnormal, sehingga dapat mengurangi biaya operasional keuangan.

“Kalau untuk HSBC sendiri, AI ini sangat diregulasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Jadi, kami mengambil prinsip kehati-hatian, kami belum menerapkan AI untuk customer. Kami lebih di fase dimana kami berusaha men-support company-company ini menjadi lebih digital, otomasi, integrasi, real time dari sisi data, dari sisi payment,” ungkap dia.

“Untuk AI sendiri ini masih dalam digodok nih, masih kita lihat, walaupun misalnya di luar negeri sudah dipakai. Kalau HSBC di luar negeri kan sudah dipakai untuk customer service, sudah dipakai untuk misalnya membantu menganalisa data-data yang berhubungan dengan cash flow misalnya, tapi di Indonesia sendiri belum,” ucap Head of Global Payments Solutions HSBC Indonesia.

Baca juga: Survei HSBC: Emas jadi pilihan utama bagi investor affluent Indonesia

Baca juga: Allianz dan HSBC Indonesia luncurkan Premier Plan Assurance

Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |