Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Energi Nasional Dadan Kusdiana menegaskan tidak ada rencana pelonggaran regulasi pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
“Menurut saya, tidak ada rencana pelonggaran untuk PLTU baru,” ujar Dadan ketika dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin.
Pernyataan tersebut merespons yayasan CERAH yang menyoroti dokumen konsultasi publik revisi Perpres Nomor 112 Tahun 2022. Pasal 3 Perpres tersebut akan diubah untuk menambahkan pengecualian pembangunan PLTU baru dengan alasan menjaga keandalan sistem dan kemandirian energi.
Pengecualian pembaruan PLTU baru tersebut disertai dengan sejumlah syarat, yakni melakukan pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan minimal 35 persen dalam jangka waktu 10 tahun sejak pembangkit listrik beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada 2025.
Pengurangan GRK dapat ditempuh melalui pengembangan teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida (PLTH), PLTU cofiring, carbon offset, dan/atau bauran energi terbarukan, dan mendukung pencapaian emisi nol bersih (NZE) pada 2060 sesuai dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Menurut Dadan, dalam perpres yang saat ini berlaku pun sudah diatur bahwa pembangunan PLTU baru dapat dilakukan dengan sejumlah kriteria. Adapun salah satu kriteria yang termaktub di dalamnya adalah mendukung industri yang memberikan dampak signifikan dalam perekonomian nasional.
Dengan demikian, ia menegaskan tak ada rencana untuk melonggarkan pembangunan PLTU baru.
“Menurut saya, revisi ini masih relevan dan sejalan dengan kebijakan transisi energi Indonesia,” kata Dadan.
Lebih jauh, Dadan juga mengatakan pembangunan pembangkit listrik tenaga hibrida penting untuk wilayah-wilayah yang terpencil.
“(PLTH) mendorong pemanfaatan EBT (energi baru dan terbarukan) dengan tetap menjaga keandalan sistem dan keekonomian,” katanya.
Sebelumnya, Policy Strategist CERAH Naomi Devi Larasati menilai revisi Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik melonggarkan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Naomi menyoroti beleid yang masih berlaku saat ini telah memberikan pengecualian bagi pembangunan PLTU untuk yang telah ditetapkan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) serta PLTU yang terintegrasi dengan industri yang dibangun untuk peningkatan nilai tambah sumber daya alam, atau termasuk Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Adanya pengecualian, meskipun disertai syarat komitmen penurunan emisi, akan tetap menambah kapasitas PLTU sehingga struktur energi nasional masih bertumpu pada batu bara,” katanya.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































