Samarinda (ANTARA) - Tim gabungan pemerintah antar-instansi telah melakukan operasi pemadaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebanyak 63 kali di Kalimantan Timur (Kaltim) sepanjang Januari hingga Agustus 2025.
"Upaya intensif ini menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam menanggulangi bencana asap yang berpotensi meluas," kata Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Kehutanan, Thomas Nifflnuri di Samarinda, Kamis.
Ia mengungkapkan bahwa selama periode tersebut, satelit telah mendeteksi 66 titik panas (hotspot) yang tersebar di provinsi tersebut.
Baca juga: Dishut Kaltim siaga karhutla jaga iklim kondusif di IKN
Menurutnya, Kaltim merupakan salah satu wilayah dengan tingkat kerawanan karhutla yang tinggi, sekaligus menjadi lokasi proyek strategis nasional, termasuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Hal ini menempatkan Kaltim sebagai barometer keberhasilan Indonesia dalam menyelaraskan pembangunan masif dengan pelestarian lingkungan.
“Berdasarkan analisis citra satelit hingga Mei 2025, luas areal yang terdampak karhutla di Kalimantan Timur tercatat mencapai 331,96 hektare,” ujar Thomas Nifflnuri.
Untuk memperkuat langkah antisipasi, pemerintah pusat dan daerah menggelar Apel Siaga dan Jambore Pengendalian Karhutla di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Universitas Mulawarman, Samarinda. Kegiatan yang berlangsung pada 6-8 Agustus 2025 mengusung tema Bersatu untuk Kalimantan Timur Bebas Asap.
Saat kunjungan kerja di Kaltim, Wakil Menteri Kehutanan Sulaiman Umar Siddiq menekankan bahwa kunci keberhasilan pengendalian karhutla terletak pada sinergi yang kuat.
"Keberhasilan pengendalian karhutla terletak pada sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, dunia usaha, serta masyarakat," tegasnya.
Ia menambahkan strategi utama yang harus dikedepankan adalah pencegahan, karena lebih efektif dan efisien secara biaya dibandingkan pemadaman.
Baca juga: BNPB maksimalkan penanganan karhutla di Kaltim agar tak terus meluas
Baca juga: Polda Kaltim andalkan teknologi dan personel Babinsa pantau titik api
“Mencegah lebih murah dan tetap menjaga kelestarian alam. Maka, pemanfaatan teknologi, seperti citra satelit dan patroli drone harus dimaksimalkan,” kata Sulaiman.
Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya kesiapsiagaan personel dan sarana-prasarana, serta pelibatan aktif warga. Program edukasi penyadaran dan pemberdayaan kelompok masyarakat peduli api, dengan melibatkan tokoh adat serta tokoh agama, harus terus diperkuat.
"Api bisa membakar hutan dalam sehari, tapi butuh puluhan tahun untuk menumbuhkannya kembali. Maka, siapa pun yang mencegah api hari ini, berarti dia adalah penyelamat generasi esok," ujar Sulaiman Umar.
Pewarta: Ahmad Rifandi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.