Jakarta (ANTARA) - Pakar sekaligus dosen Hukum Tata Negara dari STIH IBLAM Radian Syam menilai perlu penguatan institusional dan kerja kolaboratif berbagai elemen bangsa untuk memperkuat demokrasi di era volatility, uncertainty, complexity, and ambiguity (VUCA).
Dalam acara peluncuran dan bedah buku di Jakarta, Rabu, ia mengungkapkan demokrasi saat ini menghadapi tantangan besar lantaran berada dalam pusaran kondisi VUCA, yaitu realitas global yang penuh dengan ketidakstabilan, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas tinggi.
"Dalam konteks ini, demokrasi sebagai sistem yang menjanjikan kebebasan, kesetaraan, dan keadilan menghadapi tantangan besar," kata Radian, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Jika demokrasi diibaratkan sebagai biduk yang sedang berlayar menuju pulau harapan, kata dia, maka lautan VUCA merupakan medan penuh gelombang yang harus dilalui dengan strategi dan daya tahan kelembagaan yang kuat.
Radian mengatakan demokrasi saat ini tidak cukup hanya dengan prosedur elektoral yang rutin, tetapi membutuhkan adaptasi institusional yang kokoh agar dapat bertahan di tengah ketidakpastian zaman.
Di sisi lain, dikatakan bahwa berbagai institusi inti seperti ruang publik, pemilihan umum (pemilu), partai politik, dan hukum harus mampu bertransformasi, bukan hanya untuk bertahan, melainkan juga untuk mengarahkan bangsa di tengah badai perubahan.
Karena itu, kata dia, empat pilar demokrasi, yakni ruang publik, pemilu, partai politik, dan hukum, harus diperkuat melalui inovasi kebijakan dan reformasi struktural.
Pada ruang publik, menurutnya, saat ini sudah bergeser dari ruang fisik ke ruang digital karena perubahan teknologi, namun algoritma media sosial justru memperkuat polarisasi dan bias informasi.
"Diperlukan regulasi transparansi algoritma dan pembatasan dominasi komersial agar ruang publik kembali menjadi arena deliberatif yang inklusif," tutur dia.
Kemudian, Radian melanjutkan, legitimasi pemilu terancam oleh disinformasi dan manipulasi digital sehingga perlu penguatan regulasi, transparansi dana politik, serta peningkatan literasi digital menjadi langkah penting.
Disebutkan bahwa lembaga penyelenggara pemilu juga perlu memperkuat keamanan siber untuk melindungi infrastruktur pemilu.
Begitu pula dengan partai politik, sambung dia, di tengah perubahan preferensi pemilih yang cepat dan fragmentasi sosial, partai politik dituntut untuk fleksibel, transparan, serta mampu melakukan kaderisasi berbasis meritokrasi.
"Reformasi internal dan pemanfaatan teknologi digital menjadi keniscayaan agar tetap relevan," ungkap Radian.
Sementara terkait hukum, dirinya berpendapat ketertinggalan hukum dari realitas sosial dapat menciptakan celah yang dimanfaatkan oleh aktor oportunistik.
Dengan demikian, dia menilai perlu sistem hukum yang responsif, independen, dan mampu menjawab tantangan global seperti kejahatan siber, pencucian uang, serta pelanggaran lintas negara.
Kendati demikian, Radian mengatakan penguatan demokrasi di era VUCA bukan tanggung jawab pemerintah semata, sehingga perlu kolaborasi erat antara negara, masyarakat sipil, akademisi, dan sektor swasta untuk menjaga ekosistem demokrasi tetap sehat dan berkelanjutan
"Di mana dengan Astacita Presiden Prabowo, saya yakin kita mampu melalui tantangan global saat ini, ujar Radian menambahkan.
Sejumlah narasumber yang hadir mengapresiasi gagasan Radian yang disampaikan dalam buku yang diluncurkan. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Fitra Asril menilai Radian telah memperkuat gagasan yang berkembang saat ini, yakni demokrasi harus dilindungi dalam kondisi darurat apapun.
Cara memperkuat demokrasi, kata dia, bukan dengan tindakan diktatorisme, yang nanti akan memperburuk demokrasi, tetapi dengan penguatan institusional dan berbagai kerja kolaboratif semua elemen bangsa.
"Jadi ini sejalan dengan gagasan buku ini, dalam situasi yang fokus ketidakpastian, demokrasi tetap harus dilindungi, bukan menjadi legitimasi untuk tindakan yang tidak demokratis," ungkap Fitra.
Adapun acara tersebut merupakan peluncuran dan pembedahan buku yang ditulis Radian dengan judul Mendayung Demokrasi di Era VUCA, yang bertempat di vOffice Event Space, Centennial Tower, Jakarta.
Dalam kegiatan itu, hadir sebagai narasumber antara lain Sekretaris Jenderal Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Anggawira, Ketua Yayasan Lembaga Pengembangan Ilmu Hukum dan Manajemen Institute of Business Law and Management (LPIHM IBLAM) Rahmat Dwi Putranto, serta Guru Besar Fakultas Hukum UI Fitra Asril.
Hadir pula Staf Khusus Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Sukmo Harsono serta Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.