Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menekankan pentingnya transparansi serta evaluasi secara berkala dalam perumusan asumsi makro anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) agar tetap relevan dengan situasi global.
Menurutnya, asumsi makro dalam APBN harus disusun dengan prinsip kehati-hatian dan berbasis data yang akurat, termasuk dalam perancangan target pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, dan harga minyak.
"Kami akan terus mendorong efisiensi belanja negara dan optimalisasi pendapatan, termasuk melalui reformasi perpajakan yang progresif namun adil," tegas Misbakhun dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per 1 Juli 2025, pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I 2025 mencapai 5,1 persen, sementara inflasi tahunan berada di kisaran 3,2 persen.
Meski demikian, ketidakpastian global, berpotensi memengaruhi stabilitas makroekonomi, terutama melalui tekanan inflasi impor dan volatilitas nilai tukar.
"Tantangan ke depan semakin kompleks, mulai dari gejolak komoditas hingga risiko geopolitik. Karena itu, APBN harus menjadi instrumen yang fleksibel namun tetap accountable. Komisi XI DPR RI akan memastikan bahwa asumsi makro dan postur APBN 2026 disusun dengan mempertimbangkan proyeksi jangka menengah-panjang serta skenario mitigasi risiko," tutup Misbakhun.
Adapun dalam laporan semester I APBN 2025, pemerintah mencatat defisit APBN mencapai Rp197 triliun hingga Juni 2025.
Jumlah tersebut setara 0,81 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), melebar dibandingkan defisit periode sama tahun lalu yang tercatat Rp77,3 triliun atau 0,34 persen dari PDB.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pelebaran defisit disebabkan oleh penurunan penerimaan negara, khususnya pada periode Januari dan Februari 2025.
"Namun, kita berharap di semester II 2025 akan recovery," ujarnya.
Selain itu, Kementerian Keuangan mencatat realisasi pendapatan negara hingga semester I 2025 mencapai Rp1.210,1 triliun atau 40 persen dari target tahun ini. Realisasi ini turun 9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1.320,7 triliun.
Penurunan ini dipengaruhi oleh tren melemahnya harga minyak mentah Indonesia (ICP), pengalihan dividen badan usaha milik negara (BUMN) ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), serta penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) secara terbatas atas barang mewah.
Di sisi lain, belanja negara tetap mengalami pertumbuhan sebesar 0,6 persen secara tahunan (yoy), dengan total realisasi mencapai Rp1.407,1 triliun atau 38,8 persen terhadap APBN.
Belanja negara difokuskan untuk mendukung pembangunan di sektor prioritas seperti pendidikan dan kesehatan, memperkuat ekonomi daerah melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pemberdayaan desa, serta mendanai ketahanan pangan, energi, pertahanan semesta, hingga hilirisasi industri.
Meskipun mencatat defisit, pemerintah masih mampu menjaga surplus keseimbangan primer sebesar Rp52,8 triliun hingga semester I.
Baca juga: Sri Mulyani proyeksikan pertumbuhan ekonomi 2025 di 5 persen
Baca juga: Ketua DPR ungkap masa sidang ini mulai bahas RAPBN 2026
Baca juga: DPR: APBN tangguh hadapi lonjakan harga minyak di konflik Iran Israel
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.