KPAI: Aparat perlakukan anak terlibat unjuk rasa anarkistis sesuai UU

2 weeks ago 6

Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Margaret Aliyatul Maimunah mengimbau aparat penegak hukum untuk memperlakukan anak-anak yang terlibat unjuk rasa anarkistis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Dalam menangani permasalahan ini, aparat penegak hukum hendaknya memperlakukan anak-anak sesuai dengan yang dimandatkan dalam peraturan perundang-undangan terkait, terutama yang diatur dalam SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak), yaitu hendaknya tidak melakukan penyiksaan dan memperlakukan mereka dengan manusiawi dan tidak memperlakukan mereka dengan perlakuan yang kejam," Margaret dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Margaret mengatakan anak-anak merupakan kelompok rentan, memiliki filter yang lemah untuk bisa membedakan hal-hal positif dan negatif sehingga menjadi kelompok yang sangat mudah diajak atau diprovokasi, termasuk dalam aksi demo dan dieksploitasi untuk kepentingan politik.

Hasil pengawasan KPAI di Polda Metro Jaya mencatat pengakuan anak-anak yang mengaku ikut demo karena ajakan teman, kakak kelas, alumni, dan media sosial atas isu tentang menolak kenaikan gaji dan tunjangan DPR serta menolak adanya pernyataan terkait “guru adalah beban negara”.

Ia mengatakan kondisi tersebut sangat memprihatinkan. Pelibatan anak-anak dalam aksi demo yang rusuh dan anarkisme ini tentu sangat membahayakan anak.

"Kondisi yang demikian membuka peluang anak-anak akan menjadi korban dan menderita kerugian baik moril maupun non materiil," ujarnya.

Ia mengatakan anak-anak seharusnya tidak boleh diborgol tangannya dalam proses penyelidikan, maksimal diperiksa 1x24 jam, dikembalikan ke orang tua.

Selain itu, penetapan anak sebagai anak pelaku harus didasarkan pada bukti yang kuat dengan indikasi pidana dan tuntutannya setengah dari pidana yang dilakukan orang dewasa. ⁠

Anak-anak yang turut melakukan demo tidak serta-merta bisa dipidana karena itu adalah hak mereka dalam menyampaikan pendapat dan dijamin oleh undang-undang.

Selain itu, anak-anak yang diamankan aparat penegak hukum juga hendaknya dapat terpenuhi hak-hak dasar mereka.

Margaret juga mengimbau orang tua, sekolah, lingkungan masyarakat terdekat dengan anak untuk mengedukasi anaknya agar kritis, konstruktif, dan tidak mudah terprovokasi.

Ia juga mengatakan anak-anak tentu memerlukan adanya penguatan edukasi terkait dengan empat hal, yakni pertama, pendidikan demokrasi.

Kedua, pengetahuan bahwa memiliki hak untuk berpendapat, bersuara, dan berekspresi sesuai dengan yang diperbolehkan dalam UU. Termasuk dalam hal ini Adalah menyuarakan pendapat dalam forum-forum yang positif dan aman, seperti Forum Anak dan lain sebagainya.

Ketiga, cerdas dan bijak dalam bermedia sosial, mengingat banyak sekali ajakan dan provokasi untuk ikut aksi dalam demonstrasi yang mengarah pada kerusuhan dan anarkis melalui media sosial.

Keempat, pembekalan terkait dengan menghindarkan diri atau mengamankan diri dari tindakan yang mengarah pada kekerasan dan peristiwa yang mengarah pada kerusuhan dan anarkis.

Selain itu, orang tua, sekolah, lingkungan masyarakat juga perlu mengetahui dan melakukan pengawasan terhadap aktifitas anaknya, termasuk aktifitas anak di ruang digital.

Margaret juga mengingatkan setiap anak berhak untuk menyampaikan pendapat dan berkumpul secara damai. Hak tersebut dijamin dalam Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child/CRC) yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden No 36/1990.

Dalam Konvensi tersebut diatur beberapa hal sebagai berikut, kebebasan berekspresi (Pasal 13), berkumpul secara damai (Pasal 15), dan larangan penyiksaan dan perlakuan kejam (Pasal 37).

Selain Konvensi Hak Anak tersebut, terdapat Hukum Nasional yang juga menegaskan perlindungan yang sama, yaitu Undang-Undang 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang 11/2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak juga memuat aturan yang sama.

Dalam UU tersebut juga ditegaskan bahwa setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, berhak mendapatkan perlindungan dari pelibatan dalam kerusuhan sosial, serta pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan.

Selain itu, anak-anak juga mempunyai hak untuk tidak dieksploitasi dalam kegiatan politik. Dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 juga diatur adanya kewajiban pendampingan hukum dan pendekatan restoratif pada setiap tahap proses.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |