Jakarta (ANTARA) - Tuberkulosis, yang dikenal sebagai TBC, merupakan penyakit infeksi serius yang masih menjadi masalah kesehatan global, termasuk di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang umumnya menyerang paru-paru.
Meski demikian, bakteri penyebab TBC juga dapat menyebar ke organ lain seperti tulang, ginjal, dan otak. Kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi serius sehingga memerlukan penanganan medis yang tepat dan berkelanjutan.
Gejala TBC
TBC dibagi dalam dua bentuk utama: laten dan aktif.
1. BC laten tidak menimbulkan gejala dan tidak menular, karena bakteri masih “tidur” dalam tubuh.
2. BC aktif menimbulkan berbagai gejala, antara lain:
• Batuk berkepanjangan lebih dari 2–3 minggu, kadang disertai dahak atau darah.
• Demam, berkeringat pada malam hari, dan penurunan berat badan tanpa sebab jelas.
• Cepat lelah, nyeri dada, dan sesak napas.
Penyebab dan cara penularan
Penyakit ini ditularkan melalui udara saat penderita aktif batuk, bersin, berbicara, atau bahkan tertawa yang melepaskan droplet berisi bakteri, kemudian terhirup oleh orang di sekitarnya. TBC laten tidak menular, namun bisa berubah menjadi aktif terutama jika sistem imun melemah. Faktor risiko meliputi:
• Komorbiditas seperti HIV, diabetes, atau kondisi imunodefisiensi.
• Kondisi lingkungan padat dan ventilasi buruk.
• Malnutrisi dan kekurangan gizi.
Pengobatan TBC
TBC Aktif
• Periode pengobatan standar minimal 6 bulan dengan kombinasi empat antibiotik utama seperti isoniazid, rifampisin, pyrazinamide, dan ethambutol.
• Penting untuk meminum obat sesuai jadwal hingga selesai untuk mencegah resistensi dan kekambuhan.
• Dalam kasus resistensi obat (MDR-TB atau XDR-TB), pengobatan lebih lama dan kompleks menggunakan obat lini kedua seperti fluorokuinolon dan aminoglikosida, bisa sampai 2 tahun.
TBC Laten
• Pengobatan dapat berlangsung 3–6 bulan dengan satu atau dua jenis obat untuk mencegah berkembangnya TBC aktif.
Pencegahan
• Vaksin BCG diberikan pada bayi sebelum usia 2 bulan untuk melindungi dari bentuk TBC berat seperti meningitis.
• Pencegahan penularan dengan memakai masker, memperbaiki ventilasi di ruang tertutup, dan menghindari kontak dekat dengan penderita aktif.
• Deteksi dini dan pengobatan konsisten adalah strategi utama untuk mengurangi prevalensi TBC.
Dengan demikian, penularan TBC umumnya terjadi melalui droplet udara yang dikeluarkan penderita saat batuk atau bersin. Untuk memastikan diagnosis, diperlukan pemeriksaan dahak serta penunjang medis lainnya guna mendeteksi keberadaan bakteri secara akurat.
Pengobatan TBC memerlukan konsumsi antibiotik dalam jangka waktu panjang, biasanya selama beberapa bulan, untuk memastikan bakteri benar-benar hilang dari tubuh. Pencegahan yang efektif dapat dilakukan melalui vaksinasi BCG, pengendalian lingkungan, serta kepatuhan pasien dalam menjalani terapi agar tidak terjadi resistensi obat.
Baca juga: Jakpus tangani 3.364 pasien TBC
Baca juga: Empat langkah cegah penularan TBC
Baca juga: Jepang wajibkan tes TBC untuk WNA yang akan tinggal lebih dari 3 bulan
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.