Istanbul (ANTARA) - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengutuk keras pembunuhan brutal terhadap seorang jemaah Muslim di dalam masjid di Prancis selatan. Ia menegaskan bahwa rasisme dan kebencian atas dasar agama "tidak memiliki tempat" di negaranya.
“Kebebasan beribadah tidak boleh dilanggar,” tulis Macron di platform X, seraya menyampaikan dukungan kepada “warga Muslim Prancis” usai serangan mematikan pada Jumat lalu di desa La Grand-Combe, wilayah Gard.
Perdana Menteri Francois Bayrou juga mengutuk insiden tersebut dan menyebutnya sebagai “kebiadaban Islamofobik.”
Sementara itu, Dewan Iman Muslim Prancis (CFCM) menyebut serangan tersebut sebagai “aksi teror anti-Muslim” dan menyerukan kewaspadaan di kalangan komunitas Muslim.
Organisasi Yahudi turut menyampaikan kemarahan mereka. Dewan Perwakilan Lembaga Yahudi Prancis (CRIF) menyebut pembunuhan itu sebagai “kejahatan keji yang seharusnya menggugah nurani seluruh rakyat Prancis.”
Pelaku yang diduga melakukan serangan tersebut diidentifikasi sebagai Olivier H., warga negara Prancis keturunan Bosnia yang lahir pada 2004.
Ia menyerahkan diri kepada pihak kepolisian di Pistoia, Italia, pada Minggu malam setelah beberapa hari buron, demikian menurut laporan Franceinfo.
Pelaku kini telah ditahan, dan proses ekstradisi tengah berlangsung untuk memulangkannya ke Prancis.
Pihak berwenang menyebut korban, pria berusia 24 tahun asal Mali, ditikam ketika sedang salat di dalam masjid pada Jumat pagi.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Pemerintah Prancis kecam serangan terhadap pusat kebudayaan Islam
Baca juga: Ratusan mesjid di Prancis buka pintu untuk awam
Penerjemah: Primayanti
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2025