Jakarta (ANTARA) - Ombudsman meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memperbaiki etika komunikasi publik yang selama ini melukai aspirasi rakyat dan meminta maaf karena telah menjadi salah satu pemicu demonstrasi besar-besaran belakangan ini.
Anggota Ombudsman Johanes Widijantoro menyatakan hal tersebut seiring dengan laporan pengaduan dari masyarakat terkait dengan sikap DPR kepada Ombudsman.
"Respons sejumlah pimpinan DPR yang dinilai kurang menunjukkan empati terhadap penderitaan rakyat semakin memperkeruh keadaan," kata Johanes saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Johanes turut mendesak DPR membuka secara transparan seluruh fasilitas keuangan yang diterima anggotanya, seperti informasi mengenai penghasilan, tunjangan, dan fasilitas keuangan lainnya bagi anggota dan pimpinan DPR.
Menindaklanjuti arahan Presiden Prabowo Subianto, DPR pun diharapkan secara konkret meninjau ulang besaran gaji, tunjangan, dan fasilitas keuangan lainnya, termasuk subsidi pajak penghasilan.
Dia menuturkan hal itu dilakukan dengan mengedepankan prinsip transparansi, kepatutan, efisiensi fiskal negara, dan rasa keadilan publik.
Di sisi lain, Presiden juga dimintakan untuk meninjau ulang kebijakan terkait besaran gaji, tunjangan, dan fasilitas keuangan lainnya, termasuk subsidi pajak penghasilan bagi anggota dan pimpinan DPR, dengan mempertimbangkan kondisi fiskal negara, kepatutan, dan rasa keadilan publik.
Baca juga: Ombudsman RI tekankan profesionalisme dalam pengamanan aksi
Kemudian, DPR turut diminta menyusun mekanisme partisipasi publik dalam setiap pembahasan dan pengambilan keputusan berdampak luas, baik melalui konsultasi publik, dengar pendapat, maupun pemanfaatan teknologi digital untuk keterbukaan informasi.
Sementara itu, ia menyampaikan pihaknya juga telah menerima pengaduan masyarakat terkait tindakan represif aparat di lapangan saat demonstrasi.
Dia menilai tindakan represif aparat dalam penanganan aksi massa serta sikap DPR terkait kenaikan tunjangan sebagai bentuk dugaan malaadministrasi serius.
"Ombudsman meminta Presiden menghentikan kekerasan aparat di lapangan demi melindungi hak konstitusional warga negara," tuturnya.
Ia menegaskan adanya dugaan malaadministrasi serius dalam penanganan aksi massa yang berujung pada penggunaan kekuatan berlebihan, penangkapan massal, hingga jatuhnya korban luka dan meninggal dunia.
Sebagai lembaga negara independen dengan mandat pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 37 Tahun 2008, Ombudsman menilai perlakuan aparat tersebut berpotensi melanggar hak konstitusional bahkan hak asasi warga negara.
"Negara tidak boleh abai, pelayanan publik adalah hak setiap warga negara," ungkap Johanes.
Baca juga: Menteri HAM: Penindakan tegas tangani demo tetap pedomani HAM
Menurut dia, transparansi, empati, dan penghormatan hak asasi manusia (HAM) dalam setiap proses pemenuhan hak atas pelayanan publik merupakan kunci untuk memulihkan kepercayaan kepada negara.
Maka dari itu, Ombudsman meminta Presiden menyikapi secara arif dan bijaksana dengan mengambil langkah korektif yang tegas terhadap manajemen pelayanan kepolisian, termasuk menghentikan tindakan represif di lapangan serta menyampaikan informasi secara transparan mengenai proses hukum terhadap terduga pelaku yang mengakibatkan pengemudi ojek daring Affan Kurniawan meninggal dunia.
Dia berharap Presiden juga untuk melakukan evaluasi menyeluruh atas kepemimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam penanganan aksi penyampaian pendapat yang telah menimbulkan korban jiwa.
Dirinya menambahkan Presiden turut diminta melakukan dialog nasional dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk mendengarkan masukan demi perbaikan praktik berbangsa dan bernegara yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
"Ombudsman hadir untuk memastikan negara bekerja dengan cara yang adil, transparan, dan berpihak pada rakyat," tuturnya.
Baca juga: Menko Polkam: Situasi sudah kondusif pasca-gelombang demonstrasi
Baca juga: Bison kecam aksi anarkis dan minta usut tuntas aktor intelektual
Baca juga: AAUI masih hitung kerugian demo yang masuk perluasan polis huru-hara
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.