Mataram (ANTARA) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengungkapkan setiap gunung api aktif yang berdiri sendiri sebagai sebuah pulau menyimpan potensi tsunami akibat erupsi guguran seperti Gunung Sangeang Api di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
"Gunung Sangeang Api termasuk gunung api yang berpotensi tsunami non-tektonik karena berada di pulau kecil dan rentan runtuhan tubuh gunung," kata Kepala PVMBG Hadi Wijaya dalam pernyataan di Mataram, Rabu.
Hadi menuturkan erupsi guguran memicu runtuhan tubuh gunung ke laut, sehingga memicu gelombang tsunami. Kasus erupsi yang menyebabkan tsunami pernah terjadi pada Gunung Anak Krakatau di Lampung pada 2018 silam.
Kala itu Selat Sunda mengalami tsunami akibat erupsi guguran Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan 426 orang tewas, 7.202 orang terluka dan 23 orang hilang.
"Erupsi guguran dapat memicu gelombang tsunami tanpa didahului gempa besar. Oleh karena itu, sistem pemantauan aktivitas vulkanik harus diperkuat sebagai deteksi dini bagi masyarakat pesisir," kata Hadi.
Baca juga: Erupsi kedua Gunung Marapi dilaporkan terjadi pada Rabu siang
Gunung Sangeang Api merupakan salah satu dari 127 gunung api aktif di Indonesia. Karakter erupsinya cenderung eksplosif dengan catatan aktivitas berulang, sehingga termasuk dalam kategori gunung api yang dipantau secara intensif.
PVMBG menekankan pentingnya kesiapsiagaan masyarakat karena ancaman tsunami akibat erupsi guguran dapat berdampak pada masyarakat pesisir Bima dan wilayah sekitar, termasuk jalur pelayaran lokal yang padat.
Selain potensi tsunami, gunung api juga mengancam dengan bahaya lain seperti lontaran batu pijar, hujan abu lebat, dan aliran lahar. Peta kawasan rawan bencana terus diperbarui sebagai dasar mitigasi.
Secara teknis, PVMBG telah menetapkan radius Kawasan Rawan Bencana (KRB) di Gunung Sangeang Api. KRB III berada dalam radius 0–3 kilometer dari kawah, berpotensi terdampak lontaran batu pijar dan awan panas.
KRB II mencakup radius 3–5 kilometer dengan risiko aliran lava, hujan abu tebal, serta lahar panas yang dapat mengikuti lembah-lembah di sekitar tubuh gunung.
KRB I meluas hingga 8 kilometer dari kawah. Meski relatif lebih aman, kawasan ini tetap berpotensi terdampak hujan abu, aliran lahar dingin, dan material vulkanik yang terbawa aliran sungai.
Koordinasi lintas instansi antara PVMBG, BNPB, BMKG, dan pemerintah daerah disebut penting untuk memastikan sistem peringatan dini berjalan efektif sekaligus mengurangi risiko korban jiwa.
Gunung Sangeang Api saat ini berada dalam tingkat aktivitas level I atau normal. Pada 1-31 Juli 2025, PVMBG mencatat ada 3 kali gempa hembusan, 1 kali gempa vulkanik dangkal, 2 kali gempa vulkanik dalam, 1 kali gempa tektonik lokal, 1 kali gempa terasa skala III MMI, dan 8 kali gempa tektonik jauh.
Baca juga: Gunung Marapi erupsi Rabu pagi, lontarkan abu setinggi 800 meter
Pewarta: Sugiharto Purnama/Akke Alifwibia Ningsih
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.