Beijing (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri China mengungkapkan terbuka untuk bekerja sama dengan Amerika Serikat, termasuk dalam pengendalian fentanil mengingat Tiongkok adalah negara yang punya aturan ketat tentang narkoba.
"Dalam hal antinarkotika, China memiliki tekad yang paling kuat, kebijakan yang paling gigih, dan salah satu rekam jejak terbaik di dunia. China memberikan bantuan dalam hal ini yang mencapai hasil positif, dan terbuka untuk melanjutkan kerja sama dengan AS," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing, Rabu.
Pada Rabu (29/10), Presiden AS Donald Trump mengatakan ia berharap dapat menurunkan tarif terkait fentanil terhadap China berdasarkan hasil pertemuannya dengan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan.
Trump menyampaikan hal itu saat berbicara dengan wartawan di pesawat Air Force One ketika menuju ke Korea Selatan dari Jepang.
Trump mengatakan China akan bekerja sama dalam mengekang ekspor fentanil, obat yang awalnya diresepkan dokter untuk meredakan rasa sakit tapi malah menyebabkan epidemi kecanduan di AS dengan kasus overdosis yang menyebabkan sekitar 100.000 kematian setiap tahunnya.
"Saya berharap dapat menurunkannya karena saya yakin mereka akan membantu kita mengatasi masalah fentanil," kata Trump.
Ia menambahkan bahwa kontrol perbatasan yang lebih ketat telah memberikan dampak positif.
"China merupakan salah satu negara dengan jumlah zat terbanyak dan pengendalian narkoba yang paling ketat, kami menyatakan simpati atas krisis fentanil di Amerika Serikat," tambah Guo Jiakun.
Namun, Guo Jiakun menyebut, AS juga perlu mengambil tindakan konkret untuk menciptakan kondisi yang diperlukan bagi kerja sama tersebut.
Kementerian Luar Negeri China juga telah memastikan Presiden Xi Jinping akan bertemu dengan Presiden Donald Trump pada Kamis (30/10) di Busan, Korea Selatan untuk berdiskusi mengenai hubungan bilateral dan isu-isu yang menjadi kepentingan bersama.
Sebelum pertemuan kedua kepala negara, delegasi China dan AS sudah bertemu dalam perundingan dagang di Kuala Lumpur pada 25-26 Oktober 2025.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan perundingan dagang tersebut akan berisi soal keinginan China untuk "menunda" kontrol ekspor mineral tanah jarang yang banyak digunakan dalam pembuatan jet tempur, ponsel maupun kendaraan listrik selama satu tahun sebagai bagian dari kesepakatan.
Sedangkan Wakil Menteri Perdagangan China Li Chenggang yang menjadi negosiator China dalam perundingan tersebut mengungkapkan kedua negara sudah mencapai "konsensus awal" dan selanjutnya akan melalui proses persetujuan internal masing-masing.
Sebelumnya Presiden Trump mengatakan akan mengenakan tarif tambahan 100 persen untuk barang-barang China mulai November sebagai balasan atas pengetatan ekspor mineral tanah jarang yang sangat dibutuhkan untuk produksi barang elektronik.
China juga menghentikan pembelian kedelai dari AS padahal China adalah pelanggan kedelai terbesar AS yang mengimpor separuh dari seluruh ekspor senilai 24 miliar dolar AS pada 2024.
Diketahui sejauh ini barang-barang AS ke China dikenakan tarif impor sebanyak 10 persen sementara barang-barang China ke AS terkena tarif 30 persen pasca Trump mengumumkan tarif "timbal balik" ke banyak negara sejak April 2025.
Baca juga: Beijing: kesepakatan dagang China-AS tunggu persetujuan internal
Baca juga: Trump berencana bahas isu tarif dan Taiwan saat bertemu Xi Jinping
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Primayanti
								Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































