Istanbul (ANTARA) - Australia dan Amerika Serikat (AS), Senin (20/10) menandatangani perjanjian kerja sama mineral penting dan logam tanah jarang senilai 8,5 miliar dolar AS (sekitar Rp140,6 triliun), bertepatan dengan kunjungan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese ke Gedung Putih.
“Ini merupakan proyek senilai 8,5 miliar dolar yang sudah siap dijalankan,” kata Albanese saat bertemu Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih.
Albanese memuji hubungan bilateral kedua negara dan menegaskan bahwa Canberra akan terus memanfaatkan setiap kesempatan untuk memperkuat kerja sama.
“Kesepakatan hari ini tentang mineral penting dan logam tanah jarang adalah langkah untuk membawa hubungan ini ke tingkat yang lebih tinggi,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dalam perjanjian tersebut kedua negara akan berkontribusi masing-masing 1 miliar dolar AS (sekitar Rp16,5 triliun) dalam enam bulan ke depan untuk mendukung proyek-proyek yang siap dijalankan.
Proyek itu mencakup tiga kategori, yaitu usaha patungan, investasi yang dipimpin AS di Australia, dan proyek yang dikelola oleh Australia.
Menurut Albanese, kerja sama ini merupakan bagian dari program rencana "Masa Depan Buatan Australia" (Future made in Australia), yang bertujuan memperkuat rantai pasok bersama negara sekutu dan meningkatkan nilai ekonomi melalui pengolahan bahan mentah di dalam negeri, bukan sekadar mengekspor sumber daya mentah.
Albanese juga menekankan pentingnya kemitraan pertahanan AUKUS antara Australia, Inggris, dan AS.
“Dalam bidang pertahanan, kami sudah membahas langkah untuk memperkuat kerja sama. Kemitraan pertahanan dan keamanan melalui AUKUS sangat penting bagi kami,” ujarnya.
Perjanjian AUKUS yang ditandatangani pada 2021 mencakup penyediaan sedikitnya tiga kapal selam bertenaga nuklir kelas Virginia untuk Australia pada dekade 2030-an.
Meskipun kedua pemimpin telah berbicara melalui telepon sebanyak empat kali sejak Trump terpilih kembali pada November 2024 dan sempat bertemu singkat di sela-sela Sidang Umum PBB di New York bulan lalu, pertemuan pada Senin tersebut menjadi pertemuan resmi pertama mereka.
Sementara itu, ekspor Australia ke AS masih dikenai tarif 10 persen di bawah kebijakan tarif global yang diberlakukan oleh pemerintahan Trump.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Dunia perlu waspada, AS sedang incar daerah kaya mineral langka
Baca juga: China teruskan pembatasan ekspor logam tanah jarang meski dikritik AS
Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.