Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mendorong percepatan pembayaran hasil tebu, khususnya gula petani sekitar 100 ribu ton yang telah menumpuk dua bulan dan belum terserap pasar secara optimal.
Sekretaris Jenderal APTRI M Nur Khabsyin berharap agar proses administrasi tidak berlarut, karena petani telah menunggu lama untuk mendapatkan pembayaran yang menjadi hak mereka setelah menyerahkan hasil panen ke pabrik gula.
"Kami mohon itu secepatnya dibayarkan ke petani. Ini prosesnya masih lama, masih administrasi. Jadi, belum ada pembayaran ke petani. Kami mohon proses administrasi dibayarkan sehingga petani yang sudah nunggu dua bulan ini bisa dibayari," kata Nur di sela Seminar Ekosistem Gula Nasional di Jakarta, Rabu.
Disebutkan kesepakatan penyerapan gula tersebut telah ditandatangani pada 22 Agustus 2025, dengan target penyerapan sekitar 100 ribu ton, meski hingga kini belum ada kejelasan waktu pembayaran ke petani.
Baca juga: Bapanas pastikan penyerapan gula petani tak jatuh di bawah HAP
Nur menekankan pentingnya ada kepastian jadwal penyerapan, bukan hanya janji berulang sehingga petani memiliki kejelasan waktu dalam menerima pembayaran atas hasil panen.
"Kesepakatannya yang dibayarkan total 100 ribu ton. Itu yang sudah menumpuk selama dua bulan, Tapi setelah itu ini masih ada lagi. Tapi ini kami mohon yang 100 ribu ton itu diselesaikan dulu," tuturnya.
Dia meminta, penyerapan tidak hanya terbatas pada tujuh pabrik gula tertentu, melainkan mencakup seluruh gula petani yang belum laku, baik di pabrik gula BUMN maupun pabrik gula swasta.
Menurut APTRI, gula petani yang belum laku masih cukup besar, sehingga diperlukan langkah konkret untuk memastikan seluruh produksi dapat diserap dan petani segera memperoleh kepastian pembayaran.
Baca juga: Bulog serap gula petani seharga Rp9.700 per kg
APTRI optimistis percepatan penyerapan gula akan membantu mengurangi beban petani yang sudah menunggu pembayaran dua bulan, sekaligus mendukung keberlanjutan usaha tebu rakyat di berbagai daerah.
"Itu harapan petani. Supaya secepatnya dibayarkan untuk seluruh gula yang belum laku sekitar 100 ribu ton. Dan jangan hanya tujuh pabrik gula. Jadi seluruh gula petani yang ada di seluruh pabrik gula yang belum laku," kata Nur.

Badan Pangan Nasional (Bapanas) memastikan pemerintah menyiapkan anggaran Rp1,5 triliun guna menyerap gula petani dalam negeri agar harga tidak jatuh di bawah harga acuan penjualan (HAP) sehingga stabilitas tetap terjaga.
Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilitas Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa mengatakan kepastian penyerapan gula petani ini dilakukan Danantara melalui ID FOOD.
Baca juga: Kemenko Pangan kawal kesepakatan pembelian gula petani Rp1,5 triliun
“Penyerapan gula petani oleh pemerintah melalui Danantara ini sudah ditandatangani, dan ini menjadi salah satu poin kesepakatan untuk kita kawal bersama pada rapat di Surabaya bersama seluruh stakeholder pergulaan nasional,” kata Ketut.
Ketut menyampaikan bahwa berdasarkan hasil Rapat Pembahasan Program Penyerapan Gula Petani yang digelar di Surabaya (22/8), bersama sejumlah pihak terkait di sektor pergulaan meneguhkan sejumlah kesepakatan penting.
Pemerintah memastikan penyerapan gula petani melalui mekanisme lelang yang dikelola PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) dengan harga minimal Rp14.500 per kilogram.
Seluruh pemangku kepentingan, baik petani, pedagang, maupun pabrik gula, sepakat untuk tidak melakukan transaksi di bawah harga tersebut dan menghindari praktik “cash back” yang merugikan petani.
Baca juga: Jejak koperasi dan manisnya gula Indonesia di panggung dunia
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Abdul Hakim Muhiddin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.