Surabaya (ANTARA) - Pakar Kajian Budaya dan Media Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Dr Radius Setiyawan mengimbau masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap hoaks dan disinformasi yang marak beredar pasca-aksi yang berujung kericuhan beberapa hari lalu di sejumlah daerah.
"Ruang publik digital kini dibanjiri beragam informasi. Dalam kondisi riuh seperti ini masyarakat perlu berhati-hati dan tidak terburu-buru mempercayai setiap kabar," kata Radius Setiyawan di Surabaya, Selasa.
Ia menjelaskan potensi hoaks dan disinformasi sangat mungkin muncul, yang justru dapat memperkeruh keadaan apabila masyarakat tidak cermat dalam menyikapi kabar di media sosial.
Menurutnya, pemerintah dituntut memastikan transparansi informasi. Kecepatan dalam merespons situasi penting, namun kehati-hatian juga dibutuhkan agar kebijakan dan langkah yang diambil tidak semakin mengguncang masyarakat yang sedang rentan.
Baca juga: Mafindo anjurkan warga waspadai peredaran hoaks terkait demonstrasi
Di sisi lain, kata dia, daya kritis masyarakat terhadap informasi di media sosial menunjukkan perkembangan positif. Publik semakin mampu memilah mana informasi yang valid dan mana yang menyesatkan.
"Misalnya, banyak netizen dapat dengan cepat membedakan peristiwa demonstrasi damai dengan kerusuhan yang berujung penjarahan, serta menguatkannya dengan berbagai data dan analisis," ujarnya.
Radius menambahkan sejumlah kajian menunjukkan kerusuhan tidak selalu terjadi secara spontan. Dalam banyak kasus terdapat aktor atau pihak tertentu yang memang mengarahkan massa menuju tindakan destruktif.
"Mereka memahami bagaimana memicu emosi kerumunan hingga berubah menjadi aksi pembakaran dan penjarahan," kata Radius Setiyawan.
Baca juga: Polda Lampung: Video pemberhentian bus mahasiswa adalah hoaks
Baca juga: Perwira polisi nyamar jadi mahasiswa buat demo rusuh? Ini penjelasannya
Pewarta: Willi Irawan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.