Tommy Tjiptadjaja berlabuh pada gerakan bisnis berkelanjutan

4 days ago 5
Profit itu hanya konsekuensi.Yang utama adalah nilai yang kita ciptakan, bagi manusia dan lingkungan

Jakarta (ANTARA) - Di ruang kerja yang sederhana, di mana tumpukan laporan riset dan sampel plastik ramah lingkungan tersusun rapi, Tommy Tjiptadjaja berbicara dengan nada tenang, tetapi matanya memancarkan bara idealisme.

Tak ada kesan seorang eksekutif korporasi yang sibuk mengejar laba, melainkan sosok yang sedang menenun cita-cita besar tentang bagaimana bisnis dapat menjadi alat perubahan yang tulus bagi bumi dan manusia.

“Profit itu hanya konsekuensi,” ujarnya pelan. “Yang utama adalah nilai yang kita ciptakan, bagi manusia dan lingkungan.”

Kalimat itu bukan sekadar slogan melainkan prinsip hidup yang mengubah arah kariernya. Bertahun-tahun Tommy berada di jantung dunia korporasi global dari McKinsey & Company, The Boston Consulting Group, hingga Sampoerna Strategic dan mengantongi semua yang dianggap puncak karier oleh kebanyakan orang dari stabilitas, prestise, hingga penghasilan tinggi.

Namun, sesuatu di dalam dirinya menolak berhenti di situ. Ada keresahan yang terus bergema setiap kali ia menatap laporan pertumbuhan ekonomi yang tak mencatat kerusakan hutan, limbah plastik, atau air yang tercemar.

“Waktu itu saya sadar,” kenangnya, “kalau model bisnis yang hanya mengejar pertumbuhan tanpa memikirkan dampaknya pada bumi, suatu hari akan runtuh. Saya tak ingin jadi bagian dari sistem yang menutup mata terhadap itu.”

Keputusan untuk meninggalkan zona nyaman bukan hal yang mudah. Tommy mengaku melewati fase pergulatan panjang, mencari cara agar kompetensi dan jejaring global yang ia miliki tidak berhenti pada karier pribadi, tetapi menjadi manfaat bagi lebih banyak orang.

Dari perenungan itulah lahir Greenhope, perusahaan teknologi sosial yang ia dirikan bersama sahabat sekaligus rekan inovator, Sugianto Tandio.

Di Greenhope, mereka menciptakan Ecoplas, bioplastik berbasis singkong, dan Oxium, katalis biodegradable berbasis mineral yang membantu plastik konvensional terurai lebih cepat tanpa meninggalkan mikroplastik.

Keduanya adalah hasil riset panjang, kolaborasi ilmuwan dan keyakinan bahwa inovasi sejati harus berpihak pada kehidupan.

Kini Greenhope sudah digunakan di lebih dari delapan negara di Asia dan Afrika, sebuah capaian yang tidak pernah mereka kejar demi pamrih, melainkan karena kebutuhan dunia yang mendesak akan solusi.

Baca juga: Greenhope dorong kolaborasi APEC perkuat ekosistem bioplastik

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |