Kuala Lumpur (ANTARA) - Kedutaan Besar RI (KBRI) di Kuala Lumpur memberikan bantuan alat belajar kepada dua Community Learning Center (CLC) di Sabah, Malaysia.
Bantuan berupa meja, kursi, dan alat tulis itu diserahkan oleh Kuasa Usaha Ad Interim (KUAI) Danang Waskito selama kunjungannya ke Sabah pada 9-10 Desember, kata Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kuala Lumpur Muhammad Firdaus kepada ANTARA Kuala Lumpur, Jumat (12/12).
CLC adalah pusat pembelajaran berbasis komunitas bagi anak-anak pekerja migran yang tidak terjangkau oleh Sekolah Indonesia di Malaysia karena faktor jarak dan keterbatasan daya tampung.
Menurut Firdaus, bantuan tersebut diserahkan langsung oleh KUAI kepada CLC Tunas Harapan Bangsa Papar dan CLC Cempaka Kundasang, yang juga mengelola SMP terbuka.
Bantuan untuk CLC Tunas Harapan terdiri dari 50 set meja dan kursi serta 100 paket alat tulis, sedangkan bantuan bagi CLC Cempaka mencakup 100 set meja dan kursi serta 300 paket alat tulis.
Firdaus mengatakan KUAI Danang Waskito terkesan dengan semangat dan kepercayaan diri para siswa selama kunjungannya ke Sabah.
Dua CLC tersebut menampung 550 siswa. Sebagian besar orang tua mereka bekerja sebagai petani dan karyawan homestay.
KBRI juga memberikan bimbingan teknis kepada puluhan perusahaan sawit yang memiliki CLC di wilayah Sabah. Ada 142 CLC yang sedang dalam proses pengajuan izin beroperasi dari pemerintahan Sabah.
"Pada saat ini, pemerintah Malaysia melalui Kementerian Pendidikan Malaysia sedang memperbarui garis panduan atau guideline untuk pendirian atau keberadaan CLC di wilayah Sabah dan Sarawak, khususnya CLC-CLC yang ada di dalam ladang sawit," kata Firdaus.
Selain itu, dilakukan pula sosialisasi panduan baru tersebut oleh pejabat Kementerian Pendidikan Malaysia.
"Diharapkan, syarikat atau perusahaan sawit dalam waktu enam bulan ke depan dapat memenuhi persyaratan-persyaratan yang diberikan," kata Firdaus.
Setiap CLC diwajibkan memiliki seorang guru bina dari Indonesia dan seorang guru pamong yang memiliki izin atau permit.
"Meski persyaratannya tidak harus memiliki sertifikasi sebagai guru, tetapi harus mengupayakan visa sebagai tenaga pendidik guru pamong di CLC," kata Firdaus.
Dia juga mengatakan bahwa animo untuk mendirikan CLC di perkebunan sawit cukup tinggi.
"Karena keberadaan anak-anak dari pekerja migran Indonesia yang ada di dalam ladang sawit, yang harus mendapatkan hak untuk sekolah," kata Firdaus.
Baca juga: Konglomerat Malaysia sumbang pakaian Rp2 miliar ke korban bencana Aceh
Baca juga: Beragam kuliner Indonesia dijajakan di Gebyar Nusantara Kuala Lumpur
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































