Semarang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng) melanjutkan kerja sama dengan negara-negara Uni Eropa meningkatkan produksi beras rendah karbon atau "low carbon rice" seiring ketahanan pangan yang jadi perhatian seiring isu perubahan iklim.
"Hari ini untuk menindaklanjuti hubungan yang saat ini sudah kita lakukan. Ke depan hubungan ini akan dilanjutkan kembali," kata Gubernur Jateng Ahmad Luthfi, di Semarang, Senin.
Ahmad Luthfi membahas kelanjutan kerja sama itu saat menerima kunjungan kehormatan dari Duta Besar Uni Eropa dan delegasi dari 12 negara Uni Eropa di Aula Tawangarum, Balai Kota Surakarta. Adapun ke-12 negara Uni Eropa tersebut, antara lain Austria, Jerman, Belanda, Spanyol, Swedia, Belgia, Denmark, Finlandia, Lithuania dan Polandia.
Menurut dia, fokus kegiatan kerja sama adalah mendukung Jateng dalam mewujudkan swasembada pangan melalui beras rendah karbon.
Ia mengatakan luas tanam padi di Jateng pada tahun 2024 sekitar 1,5 juta hektare (ha) dengan hasil produksi mencapai 8,8 juta ton gabah kering giling.
Jumlah itu berkontribusi untuk stok pangan nasional sebesar 16,73 persen, dan pada 2025 target hasil produksi padi di Jateng adalah 11,8 juta ton.
Berkaitan dengan program beras rendah karbon, ia mengatakan di Jateng sudah dilaksanakan sejak 2022 di Boyolali, Klaten, dan Sragen.
Implementasinya melalui program SWITCH-Asia Low Carbon Rice, yaitu menghubungkan antara petani dengan penggilingan padi kecil, serta menghubungkan petani dengan pasar atau konsumen seperti restoran, hotel, dan lainnya.
Sedangkan di Klaten, total wilayah yang dipanen mencapai 100 ha dengan potensi produksi sekitar 600 ton gabah yang menjadi contoh keberhasilan program beras rendah karbon karena berhasil menurunkan emisi karbon hingga 80 persen mengurangi biaya giling hingga 30–40 persen, serta memperbaiki kualitas hasil panen.
Implementasi lainnya yakni mendorong transisi pertanian berkelanjutan yang dilakukan dengan mengganti mesin penggilingan padi berbahan bakar solar menjadi mesin penggilingan padi listrik, mengurangi pupuk kimia, dan mengoptimalkan penggunaan air.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Jateng Dyah Lukisari mengatakan salah satu cara untuk memperluas program itu, salah satu caranya adalah menerima tanggung jawab sosial perusahaan. Dan untuk saat ini yang sudah melakukan intervensi terkait program itu, yakni Bank Indonesia yang menambah di enam kabupaten.
Nilai investasi untuk konversi mesin penggilingan padi dari bahan bakar solar ke listrik itu rata-rata sekitar Rp250 juta-Rp300 juta untuk satu titik yang ditempatkan di Demak, Jepara, Kudus, Kota Semarang, Kabupaten Semarang dengan nilai Rp1,8 miliar.
Sementara itu, Duta besar Uni Eropa untuk Indonesia Denis Chaibi mengatakan kedatangannya ke Jateng dengan 12 delegasi dari negara Uni Eropa untuk melihat langsung praktik beras rendah karbon di Solo Raya.
"Saya mewakili misi Uni Eropa yang ada di Indonesia, di sini kami ingin belajar dari masyarakat di Indonesia mengenai apa yang dilakukan dalam hal ketahanan pangan. Kami ingin terlibat dan belajar dari Jateng yang merupakan salah satu lumbung pangan terbesar di Indonesia, bahkan juga ada di dunia," katanya.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.