Bandung (ANTARA) - "Woiiiii....pelan-pelan dong merayapnya, lihat belakang dong," teriak Bunga sembari memperbaiki head lamp-nya yang terus menyala.
"Iya...kayaknya masih jauh nih, sabar ya," balas Zahra.
Suasana Lorong itu memang gelap gulita andai si lampu tempel di helm dimatikan. Ini bukan uji nyali hantu urban, tapi petualangan. Petualangan yang memerlukan strategi tersendiri yakni caving atau penelusuran gua.
Demikian sekilas suasana Pengembaraan Anggota Muda Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam (PMPA) Palawa Universitas Padjadjaran (Unpad) di perut bumi Desa Hariang, Lebak, Banten dari pada 7-14 Februari 2025 yang diceritakan kepada ANTARA Biro Jawa Barat.
Tujuh gua harus mereka masuki, yakni Gua Sanghiang, Gua Picung, Gua Cikarang, dan empat gua lain yang tidak bernama.
Kisah merayap dalam kegelapan itu dialami di Gua Picung. Awalnya tujuh tim pengembaraan itu masih jalan santai dari mulut gua. Meski bau guano atau kotoran kelelawar menyengat tercium menggoyang bulu hidung.
Turunan ekstrem sangat terasa. "Tap...tap..." bunyi tombol headlamp pun ditekan. Terlihat kelelawar langsung menyambut. Mereka dengan santai beristirahat bergantungan di atap mulut gua.
"Gila megap juga nih baunya," celoteh Atta, salah seorang anggota tim pengembaraan.
Di depan, lorong panjang mau tidak mau harus dijalani. Sembari tetap waspada jangan sampai kaki terantuk batu atau kepala menyundul atap gua yang semakin sempit.
Sekitar setengah jam perjalanan, tiba-tiba lorong menjadi pertigaan. Maju ke depan, tim pun harus tiarap memasuki lubang sempit yang cukup dengan sekali angkat badan, dijamin terantuk atap gua.
"Huffsss...," tarikan nafas dalam dalam bersahutan. . Pasalnya saat tiarap harus bertempur dengan lumpur dan air semata kaki.
"Paling tidak 100 meter kita merayap di dalam gua Picung itu," kata Zahra.
Meski mereka melakukan eksplorasi gua tersebut, mereka tetap membuat pemetaan gua dengan alat klinometer untuk mengukur kemiringan, kompas penentu arah, laser disto alat mengukur jarak. Nantinya dari pencatatan itu akan dibuat peta Gua Picung dalam bentuk tiga dimensi dan tampak atas.
Sesekali mereka menemukan pengalaman berharga melihat ornamen gua dari stalagtit dan stalagmit serta chamber ruangan besar di dalam gua. Gua yang mereka telusuri bisa dikatakan masih perawan alias belum ditelusuri oleh siapapun.
"Di Gua Picung kami menelusuri dari pukul 14.00 WIB sampai 17.00 WIB, dan dilanjutkan keesokan harinya dari pukul 08.00 WIB sampai jam 13.00 WIB," kata Zahra.
Hari Kedua, giliran Gua Sanghiang harus ditelusuri. Gua ini memiliki tantangan tersendiri dan ada unsur kepercayaan warga lokal yang mau tidak mau harus dipatuhi.
Tepat di mulut Gua Sanghiang, anggota tim harus memberikan sesajen yang di antara isinya adalah rokok dan didoakan oleh kuncen desa setempat. Aroma kemenyan pun menguar di gua berukuran lumayan besar itu.
Satu persatu anggota tim mulai menapaki lorong gua yang tidak terlalu besar itu. Di dalam gua ini, banyak ditemukan stalagtit, stalagmite dan chamber. "Duhai indah sekali, karya Allah SWT," kata Zahra.
Penelusuran Gua Sanghiang membutuhkan waktu sekitar 6 jam, dari pukul 12.00 WIB sampai 18.00 WIB.
Gua ketiga yang menarik yakni Gua Cikarang. Ini gua persis rumah Batman seperti di film-film Holywood. Yakni, ruangan berukuran besar atau dikenal dengan sebutan Chamber.
"Gua yang kita telusuri semuanya gua horizontal. Tapi tantangan sama dengan menguji adrenalin. Kegelapan dan kesunyian menemani selama petualangan di perut bumi itu," tutur Zahra.
Potensi wisata minat khusus
Salah seorang anggota tim pengembaraan, Zahra menyebutkan tujuh gua yang ditelusuri di Desa Hariang, Lebak, Banten, memiliki potensi wisata minat khusus.
"Kalau dimaksimalkan, bisa menjadi salah objek wisata minat khusus unggulan di daerah itu," katanya.
Apalagi, kata dia, jika akses jalan diperbaiki, karena untuk mencapai lokasi saat ini harus berjalan kaki dari kantor Desa Hariang selama 1,5 jam dengan menapaki jalan bebatuan.
Secara administratif, titik gua yang dimasuki berada di Desa Hariang, Kecamatan Sobang, Kabupaten Lebak, Banten.
"Batas-batas wilayah yang mengelilingi daerah tempat kami mengeksplor gua lebih tepatnya yaitu, Bagian Utara Desa Pasireurih dan Desa Sobang, Bagian Selatan Desa Sindanglaya, Desa Sukajaya, Desa Sinarjaya, Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar, dan Bagian Timur Desa Sobang, Desa Sukaresmi, Desa Sindanglaya," kata Zahra.
Letak Geografis, Gua Sanghyang yang terletak di koordinat 6°38'06.4" S, 106°16'26.1" E; Gua Gama di koordinat 6°37'59.3" S, 106°16'31.9" E; Gua Patha dan Wresti di koordinat 6°38'02.5" S, 106°16'35.7" E; Gua Cikarang di koordinat 6°38'09.9" S, 106°16'41.0" E; Gua Picung di koordinat 6°38'14.7" S, 106°16'48.6" E; serta Gua lorong di koordinat 6°38'15.4" S, 106°16'51.7" E.
Adapun flora yang paling banyak tumbub di sekitar Desa Hariang adalah pohon aren. Selain pohon aren, juga banyak tumbuhan pohon besar, daun pulus, tumbuhan berduri dan juga beberapa pohon pakis.
Di sekitar gua juga banyak ditemukan tumbuhan bernama Anuma, tumbuhan paku, dan cangkir karet berbulu yang masuk ke dalam spesies jamur.
Beberapa fauna yang ditemukan tim di dalam maupun sekitar gua yakni Kala Cemeti, kelelawar, jangkrik, laba-laba, cacing, dan udang-udang kecil yang ada di dalam gua.
"Tak terasa 7 hari sudah berlalu mengikuti petulangan di perut bumi Lebak, Banten. Di atas kereta yang membawa tim menuju kembali ke kampus Jatinangor, Sumedang terngiang falsafah yang harus dipegang erat para petualang, yakni, Take nothing but Picture, Kill nothing but Time, Leave nothing but Footprint," kata Zahra.
Zahra dan para petualang muda PMPA Palawa Unpad, lewat kegiatan caving di dalam perut bumi Desa Hariang Lebak Banten, kini bisa bersaksi bahwa di balik kegelapan gua, ternyata terdapat banyak keindahan, pengetahuan, dan keseruan.
Baca juga: CAUB Banyumas tawarkan wisata petualangan di kaki Gunung Slamet
Baca juga: LKBN ANTARA NTB-PALAWA Unpad latih medsos warga kaki Gunung Rinjani
Baca juga: Mendayung kayak di Sungai Ayung
Baca juga: Palawa Unpad kenalkan Gua Pawon melalui "geotrek"
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025