Jakarta (ANTARA) - Menjelang peringatan Hari Pahlawan 10 November, perhatian publik kembali tertuju pada sosok-sosok yang diusulkan untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, momen ini menjadi istimewa ketika Presiden RI akan menetapkan dan mengumumkan para tokoh yang dianggap berjasa besar bagi bangsa dan negara.
Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, Fadli Zon, pada Rabu (5/11) menemui Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Dalam pertemuan tersebut, ia melaporkan hasil kinerja dewan, termasuk pembahasan terkait calon penerima gelar Pahlawan Nasional yang kemungkinan akan diumumkan pada Hari Pahlawan mendatang.
Meski belum ada nama resmi yang diumumkan, sejumlah tokoh dari berbagai daerah telah diusulkan sebagai penerima gelar Pahlawan Nasional tahun ini. Berikut deretan nama-nama yang diusulkan beserta kiprah perjuangan mereka.
1. KH. Muhammad Yusuf Hasyim (Jawa Timur)
Dikenal dengan sapaan Pak Ud, ia merupakan putra bungsu dari pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan pesantren Tebuireng, KH. Hasyim Asy’ari.
Sejak usia muda, sosok kelahiran 3 Agustus 1929 ini telah bergabung dengan Laskar Hizbullah sebagai Komandan Kompi Laskar Hizbullah Jombang dan ikut dalam pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Ia pernah tertembak di dada kirinya saat perang mempertahankan kemerdekaan tersebut.
Setelah Hizbullah dilebur, ia bergabung ke TNI dengan pangkat letnan satu dan aktif dalam berbagai peristiwa penting, termasuk G30S/PKI. Ia pun wafat pada 14 Januari 2007.
2. Demmatande (Sulawesi Barat)
Pejuang asal Mamasa ini dikenal dengan sebutan Daeng Matande. Ia lahir pada tahun 1862 di Paladan.
Sejak Belanda menduduki wilayahnya pada 1907, ia menolak kerja paksa dan memimpin rakyat untuk melawan penjajah.
Akibat perlawanannya, ia menjadi target kolonial. Rumahnya sempat diobrak-abrik oleh kolonial, namun akhirnya ia gugur dalam pertempuran di Mamasa.
3. KH. Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat)
Putra pendiri Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, ini dikenal dengan julukan Singa dari Jawa Barat. Ia lahir pada 25 Oktober 1879.
Ia memimpin Laskar Hizbullah Cirebon sebagai Komandan dalam pertempuran 10 November 1945, lalu bergabung ke TNI hingga berpangkat Letnan.
Setelah keluar dari dunia militer, ia sempat mengabdikan diri di dunia pendidikan sebagai pengajar di Madrasah Aliyah Negeri Cirebon dan pimpinan Pesantren Buntet yang didirikan ayahnya.
4. Marsinah (Jawa Timur)
Sosok buruh wanita ini menjadi simbol perjuangan hak-hak pekerja di Indonesia. Lahir di Nganjuk pada 10 April 1969, ia aktif memperjuangkan kesejahteraan buruh di pabrik arloji tempatnya bekerja, yakni PT Catur Putra Surya.
Marsinah ditemukan meninggal dunia di gubuk Desa Wilangan pada 8 Mei 1993 dengan tubuh yang penuh luka. Hingga kini, namanya dikenang sebagai ikon perlawanan terhadap ketidakadilan bagi kaum pekerja.
5. Hj. Rahmah El Yunusiyyah (Sumatera Barat)
Lahir di Padang Panjang pada 20 Desember 1900, Rahmah dikenal sebagai pelopor pendidikan perempuan di Indonesia.
Ia dikenal sebagai sosok akademis, di mana ia banyak belajar secara otodidak dan bersama kakaknya. Sehingga berhasil menyeimbangkan ilmu agama dan umum.
Dengan bekal tersebut, ia mendirikan Madrasah Diniyah Li al-Banat pada 1923, Freubel School dan Junior School pada 1934, serta Diniyah School Putri Padang Panjang yang menjadi model pendidikan perempuan zaman itu.
Rahmah wafat pada 26 Februari 1969, dan meninggalkan warisan besar dalam dunia pendidikan Islam.
6. Abdoel Moethalib Sangadji (Maluku)
Tokoh asal Maluku ini lahir pada 3 Juni 1889 dan dikenal sebagai pejuang kemerdekaan keturunan ningrat yang aktif di Sarekat Dagang Islam, serta ikut dalam Kongres Pemuda II 1928.
Setelah proklamasi kemerdekaan, ia pun menyebarkan kabar kemerdekaan hingga ke Kalimantan dan memimpin Laskar Hizbullah di Yogyakarta. Ia pun gugur saat Agresi Militer I Belanda.
7. Jenderal TNI (Purn.) Ali Sadikin (DKI Jakarta)
Lahir di Sumedang pada 7 Juli 1927, Ali Sadikin dikenal sebagai Gubernur DKI Jakarta (1966–1977) yang membangun fondasi modernisasi ibu kota.
Selain itu, ia juga merupakan perwira militer TNI AL dan sempat memegang beberapa posisi strategis.
Selama menjadi Gurbernur Jakarta, ia memperluas fasilitas pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur perkotaan, di mana saat itu masih minim akses.
Meski kebijakannya kerap muncul kontroversial, dedikasinya menjadikan Jakarta lebih maju dan berhasil meningkatkan pendapatan daerah saat itu.
8. Letkol Anumerta Charles C. Taulu (Sulawesi Utara)
Pejuang asal Kawangkoan ini pernah memimpin perlawanan peristiwa 14 Februari 1946 dan melakukan penangkapan para pimpinan Belanda.
Aksinya bersama pasukannya berhasil menarik perhatian dunia karena disiarkan Radio Brisbane, Australia. Dari peristiwa tersebut menjadi simbol bahwa kemerdekaan Indonesia berlaku untuk seluruh wilayah Nusantara.
9. Mr. Gele Harun (Lampung)
Seorang pengacara dan politikus kelahiran Sibolga, 6 Desember 1910 ini berperan penting dalam pembentukan Provinsi Lampung. Sebagai Residen Lampung (1950–1955), ia dikenal memperjuangkan aspirasi masyarakat daerah.
Kemudian, saat dirinya menjadi Ketua dari Angkatan Pemuda Indonesia (API), ia ikut terjun dalam Agresi Militer Belanda II pada 1948.
Lalu, ia juga pernah menjadi anggota Dewan Konstituante (1956 – 1957), serta menjadi anggota DPR pada 1957. Setelah masa jabatannya selesai, ia melanjutkan karirnya sebagai pengacara hingga wafat 4 April 1973.
10. Letkol Moch. Sroedji (Jawa Timur)
Lahir pada 1 Februari 1915, Sroedji merupakan tokoh militer yang berjuang di Jember. Ia pernah bergabung dengan PETA, dan berperan dalam pembentukan BKR dan TKR di wilayah Karesidenan Besuki.
Saat pertempuran melawan Belanda di Jember pada 8 Februari 1949, ia tetap memimpin pasukannya meski dalam kondisi lemah dan akhirnya gugur tertembak di medan perang.
11. Prof. Aloei Saboe (Gorontalo)
Dokter asal Gorontalo ini turut berjuang merebut kemerdekaan dan mempertahankan Republik Indonesia.
Ia aktif membantu pejuang melalui penyediaan obat-obatan dalam perlawanan Belanda di Gorontalo, NICA, pemberontakan Permesta, dan pembubaran NIT.
Aloei Saboe juga berjasa dalam bidang kesehatan dan kemanusiaan hingga akhir hayatnya pada 31 Agustus 1987.
12. Marsekal TNI (Purn.) R. Suryadi Suryadarma (Jawa Timur)
Suryadi, lahir 6 Desember 1912 di Banyuwangi, Jawa Timur, ia merupakan perintis terbentuknya TNI Angkatan Udara pasca kemerdekaan.
Meskipun sempat mengalami diskriminasi di masa kolonial sehingga tak bisa menjadi penerbang, ia berhasil memimpin pembentukan BKR Udara pada 1945 dan menjadi Kepala Staf pertama TRI AU.
13. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) (Jawa Timur)
Lahir pada 7 September 1940 di Jombang, Jawa Timur, Presiden ke-4 Republik Indonesia ini dikenal sebagai tokoh pluralisme dan demokrasi.
Sebelum menjadi presiden, Gus Dur memimpin Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) selama 15 tahun, mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan menjadi salah satu tokoh utama Reformasi.
Kebijakannya dalam menjaga keberagaman, toleransi, serta perjuangannya terhadap kemanusiaan, membuatnya dikenang sebagai “Bapak Pluralisme Indonesia”.
14. Jenderal Besar TNI (Purn.) Soeharto
Lahir pada 8 Juni 1921 di Bantul, Presiden ke-2 RI ini dikenal sebagai "Bapak Pembangunan" dan menjabat paling lama yakni selama 30 tahun.
Selama masa kepemimpinannya (1968–1998), Indonesia mencatat kemajuan signifikan di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, pendidikan, hingga infrastruktur.
Di antaranya, ia berperan sebagai pencetus dari fusi parpol pada 1973, membangun monumental pada eranya, seperti ASEAN, TMII, Jalan Tol Jagorawi, Bandara Soekarno-Hatta, program Keluarga Berencana, dan lainnya.
Sebelumnya menjadi presiden, Soeharto merupakan perwira TNI yang berperan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan turut membentuk arah pembangunan nasional. Bahkan, Soeharto mendapatkan pangkat sebagai Jenderal Besar.
Baca juga: Peneliti: Jika pahlawan diukur dari dampaknya, Soeharto layak dinilai
Baca juga: SOKSI dukung Soeharto diberi gelar pahlawan nasional
Baca juga: Bahlil tegaskan jasa Pak Harto dalam program transmigrasi
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































