Mengenal Rambu Solo, tradisi adat upacara orang meninggal Toraja

2 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Bagi sebagian besar masyarakat, kematian menjadi momen duka atas kehilangan seseorang.

Namun, di Toraja, Sulawesi Selatan, kematian juga menjadi peristiwa sakral yang penuh penghormatan dan makna budaya melalui sebuah upacara adat yang disebut Rambu Solo.

Rambu Solo menjadi tradisi penghormatan tertinggi bagi orang yang meninggal, dengan tujuan mengantarkan arwah menuju alam baka, yang biasa masyarakat Toraja sebut "puya".

Secara harfiah, Rambu Solo berarti “sinar yang arahnya ke bawah”. Hal ini merujuk pada waktu pelaksanaan upacara saat matahari mulai terbenam.

Dalam filosofi masyarakat Toraja, momen matahari terbenam melambangkan akhir kehidupan di dunia dan awal perjalanan menuju alam roh.

Masyarakat Toraja mempercayai bahwa seseorang yang telah meninggal belum sepenuhnya berpulang sebelum seluruh prosesi adat Rambu Solo terlaksana.

Selama menunggu upacara tersebut, jenazah dianggap masih berada di antara dunia hidup dan mati, sehingga keluarga akan tetap menyuguhi makanan, minuman, dan tempat tidur.

Karena itu, keluarga yang ditinggalkan perlu mengadakan upacara Rambu Solo dengan mengeluarkan tenaga, waktu, dan biaya yang besar.

Rangkaian prosesi Rambu Solo

Upacara Rambu Solo dikenal sebagai salah satu tradisi adat paling megah di Indonesia.

Biaya yang besar kerap menjadi alasan keluarga menunda pelaksanaannya hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun setelah anggota keluarganya meninggal dunia.

Dalam prosesi ini, penyembelihan kerbau dan babi menjadi bagian yang sakral. Hewan-hewan tersebut tidak hanya sebagai simbol penghormatan, tetapi dipercaya dapat membantu arwah menempuh perjalanan ke alam baka.

Oleh sebab itu, semakin banyak hewan yang disembelih, semakin cepat arwah sampai ke alam baka.

Selain itu, pemberian hewan korban terbagi dalam dua, yakni sebagai bentuk belasungkawa (Pa’uaimata) dan sebagai balasan atas pemberian dalam upacara sebelumnya (Tangkean Suru’).

Kemudian, Rambu Solo terbagi dalam dua rangkaian, yaitu prosesi pemakaman (Rante) dan pertunjukan kesenian, yang berlangsung secara beriringan dalam satu acara.

Biasanya, upacara ini berlangsung antara tiga hingga tujuh hari, dengan puncak acara digelar pada bulan Juli hingga Agustus.

Jenis upacara yang dilaksanakan dapat berbeda, tergantung pada status sosial almarhum, yakni:

1. Upacara Rampasan: Diperuntukkan bagi bangsawan tertinggi (Tana’ Bulaan), melibatkan sembilan hingga ratusan ekor kerbau dan babi sebanyak-banyaknya, serta berlangsung selama berhari-hari.

2. Upacara Dibatang atau Digoya Tedong: Untuk bangsawan menengah (Tana’ Nassi) dan bangsawan tinggi yang tidak mampu, menyembelih satu ekor kerbau setiap hari.

3. Upacara Dipasangbongi: Dikhususkan bagi rakyat biasa (Tana’ Karurung), biasanya prosesi hanya berlangsung satu malam.

4. Upacara Dasili’: Untuk masyarakat kasta terendah atau bayi yang belum tumbuh gigi.

Rambu Solo dilaksanakan di lapangan luas di tengah komplek rumah adat Tongkonan. Tempat ini pun melambangkan kebersamaan dan penghormatan.

Secara umum, beberapa tahapan dalam pelaksanaan tradisi Rambu Solo antara lain:

1. Ma’tuda Mebalun: Proses membungkus jenazah dengan kain kafan.

2. Ma’Rato: Menghias peti jenazah dengan benang emas dan perak pada bagian luar.

3. Ma’Papengkalo Alang: Menurunkan jenazah ke dalam lumbung untuk disemayamkan.

4. Ma’Palao atau Ma’Pasonglo: Mengantar jenazah ke tempat pemakaman (Lakkian), dengan keyakinan bahwa semakin tinggi tempat jenazah disimpan, semakin cepat arwah mencapai alam baka.

5. Ma’Badong: Persembahan tarian dan nyanyian adat sebagai ungkapan duka dan penghormatan.

6. Tedong Solok: Pemotongan kerbau sebagai simbol bekal arwah menuju puya.

Meskipun terdapat perbedaan dalam tata cara di setiap komunitas adat Toraja, makna tradisi Rambu Solo tetap sama, yakni mengantarkan arwah dengan penuh hormat dan sakral.

Tradisi ini pun menjadi salah satu warisan budaya sebagai nilai solidaritas, penghormatan, dan spiritualitas masyarakat Toraja.

Selain sebagai tradisi budaya, upacara ini juga memberi manfaat bagi dunia pariwisata. Banyak wisatawan dari dalam maupun luar negeri, datang ke Toraja untuk melihat prosesi tersebut secara langsung.

Kehadiran mereka turut menggerakkan perekonomian daerah, terutama pada sektor penginapan, transportasi, kuliner, dan penjualan suvenir.

Baca juga: Terima gelar adat Toraja, Menhut komitmen jalankan amanat kehutanan

Baca juga: Rumah BUMN bantu pasarkan kain tenun Toraja

Baca juga: Kerbau Belang Toraja tercatat sebagai kekayaan intelektual komunal

Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |