Tangerang (ANTARA) - Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebut ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS) dan China tetap menunjukkan tren positif meski terjadi perang dagang di antara kedua negara.
"Kalau kita lihat dari angka-angka nggak ada masalah kan. Ekspor kita malah terus. Surplus tertinggi kita malah ke Amerika, ekspor kita ke China juga naik," ujar dia di ICE BSD, Tangerang, Banten, Rabu.
Untuk menjaga perdagangan luar negeri, kata dia, Indonesia perlu meningkatkan daya saing dari produk-produk yang diekspor.
Dia mengatakan produk apapun asalkan memiliki standar dan kualitas yang mumpuni akan mampu bersaing di pasar global.
"Pokoknya kita itu prinsipnya gini ya, kita itu ingin ekspor produk apapun, dari yang kalau kita lihat di desa, kita ada program Desa Ekspor itu sebenarnya tujuannya di desa itu banyak program, tapi nggak terstandarisasi. Nah setelah distandarisasi, diikutkan program UMKM Bisa Ekspor jadi bisa," katanya.
Baca juga: BPOM berikan penjelasan ke FDA AS, pastikan keamanan produk ekspor RI
Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari-Agustus 2025, nilai ekspor non-migas ke Tiongkok tercatat 40,44 miliar dolar AS, atau naik sebesar 8,68 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sedangkan Amerika Serikat sebesar 20,60 miliar dolar AS dan India 12,59 miliar dolar AS.
Sebanyak tiga terbesar penyumbang surplus neraca perdagangan kumulatif pada periode yang sama, yakni Amerika Serikat 12,20 miliar dolar AS, India 9,43 miliar dolar AS, dan Filipina 5,85 miliar dolar AS.
Negara penyumbang defisit terdalam adalah China 13,09 miliar dolar AS, Singapura 3,55 miliar, dan Australia 3,49 miliar dolar AS.
Kementerian Luar Negeri China menjawab ancaman Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menyebut akan mengenakan tarif baru 100 persen terhadap barang-barang Tiongkok dan membatasi ekspor "perangkat lunak penting".
"Izinkan saya menekankan bahwa China dengan tegas menolak pembatasan dan sanksi AS baru-baru ini terhadap China, dan akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk melindungi hak dan kepentingannya yang sah," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Senin (13/10).
Ketegangan AS-China kembali muncul setelah China pada Kamis (9/10) mengumumkan pembatasan ekspor unsur tanah jarang yang memperluas kontrol atas teknologi pemrosesan dan manufaktur. Kebijakan tersebut juga melarang kerja sama dengan perusahaan asing tanpa izin pemerintah terlebih dulu.
Sebagai "balasannya", pada Jumat (10/10), Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyebut China menjadi "sangat bermusuhan" serta menjadikan AS dan seluruh dunia "sandera" lewat kebijakan pengetatan ekspor secara mendadak.
Baca juga: Ekspor pestisida Indonesia diproyeksikan meningkat 2026
Baca juga: Mendag dorong optimalisasi IUAE-CEPA, genjot ekspor produk halal
Baca juga: Ekspor sarang burung walet sepanjang 2025 capai 894,86 ton
Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.