Kendari (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kendari menangani sebanyak 58 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dilaporkan sejak Januari hingga awal Desember 2025.
Kepala Dinas DP3A Kendari, Fitriani Sinapoy, saat ditemui di Kendari, Rabu, menyampaikan bahwa jumlah kekerasan yang dilaporkan terdiri 17 kasus untuk korban perempuan sementara kekerasan anak berjumlah 41 aduan.
Ia mengatakan jumlah kasus yang dilaporkan di DP3A ataupun unit pelaksana teknis daerah perlindungan perempuan dan anak (UPTD PPA) lebih banyak dibanding 2024.
"Ini lebih baik kalau jumlahnya banyak berarti semakin banyak kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang terungkap," ujar dia.
Ia menuturkan bentuk kekerasan yang sering dilaporkan dengan korban perempuan didominasi kekerasan seksual dan fisik.
Sementara korban anak bentuk kekerasan dialami juga seksual dengan korbannya mayoritas anak perempuan.
"Rata-rata pelaku kekerasan itu dari orang terdekat di keluarga mereka entah itu suami, saudara, atau kerabat," kata dia.
Untuk penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak diantaranya ekonomi, sosial, hingga pendidikan.
Ia menjelaskan kendala ekonomi paling sering jadi penyebab kekerasan karena menyangkut kebutuhan hidup utamanya di keluarga.
"Bahkan ada juga penyebab kekerasan perempuan terjadi karena kesulitan ekonomi penyebabnya suami mereka judi online," jelasnya.
Ia menyampaikan, pemerintah kota Kendari sendiri, berupaya agar kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak terjadi lagi di tahun berikutnya.
Salah satu upayanya seperti aktif memberikan sosialisasi di kelompok masyarakat atau kegiatan sosial yang banyak diikuti kaum perempuan. Kemudian sosialisasi di setiap sekolah melalui DP3A goes to School.
"Pemerintah mengupayakan satu angka kekerasan tidak terjadi lagi di kota Kendari, karena kalau bicara kekerasan berarti korban dan pelaku, bisa saja satu pelaku korbannya banyak atau sebaliknya," ungkap dia.
Dalam menyelesaikan kasus kekerasan, DP3A menyediakan layanan psikososial dan bantuan hukum. Dari 17 kasus kekerasan perempuan dan 41 kekerasan terhadap anak, sekira 80 persen pengaduannya diproses secara hukum.
Meski demikian, kata dia, adapula korban khususnya perempuan yang mengadu meminta penyelesaian secara mediasi dan pemulihan secara psikososial.
"Karena kalau perempuan utamanya yang sudah berkeluarga mereka minta pemulihan psikis, karena kalau mereka melaporkan suami mereka, takut nanti tidak ada yang menafkahi," ucapnya.
Ia meminta kepada seluruh masyarakat untuk aktif melaporkan jika terhadap ancaman kekerasan perempuan dan anak. Menurut dia, banyak kasus kekerasan yang baru dilaporkan tetapi sudah terjadi berbulan-bulan hingga tahunan.
"Ini juga yang menjadi masalah, masih banyak masyarakat kita tidak melapor karena mereka menganggap aib jadi ditutup-tutupi, padahal korbannya sudah alami kekerasan bertahun-tahun," kata dia.
Pewarta: La Ode Muh. Deden Saputra/La Ode Ari
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































