Membenahi persoalan parkir biar segera "klir"

6 hours ago 5
Jika mengandalkan juru parkir, uang yang seharusnya bisa dinikmati masyarakat luas hanya bisa dinikmati segelintir orang.

Jakarta (ANTARA) - Baru-baru ini video terkait praktik pungutan liar oleh juru parkir tersebar di media sosial. Video berdurasi 2 menit 7 detik itu menceritakan kagetnya seorang warga yang baru pertama kali ke Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Dalam video tersebut wanita itu mengaku harus membayar Rp60 ribu untuk parkir kendaraannya di bahu jalan.

Awalnya wanita itu mengira hanya dikenai tarif parkir Rp10 ribu, tapi ketika dia menyodorkan dua pecahan uang Rp5 ribu ditolak oleh juru parkir. Juru parkir malah meminta Rp60 ribu dan itu dikatakan sudah biasa.

Unggahan video tersebut kemudian dibanjiri beragam komentar warganet, mereka rerata kaget dengan tarif yang begitu mahal. Ada pula yang berpendapat sepinya Tanah Abang karena ulah para jukir liar yang merugikan pengunjung.

Kejadian ini bukan hanya sekali, tapi hal serupa sering terjadi di beberapa lokasi di Jakarta seperti kejadian di Kawasan Masjid Istiqlal, Kawasan Monas dan lain sebagainya.

Tarif parkir tak masuk akal itu tentu hanya dinikmati segelintir orang, terutama mereka yang mengaku menjadi “penguasa” kawasan tersebut.

Bahkan juru parkir liar AF (36) mengaku uang parkir yang dia dapat dibagi tiga, Rp10 ribu untuk calo atau yang mengarahkan ke tempat parkir dan sisanya Rp50 ribu dibagi dua dengan “penguasa” lokasi.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2024 pernah menggelar razia besar-besaran untuk menertibkan juru parkir liar besar-besaran setelah beredarnya video terkait juru parkir liar di Kawasan Masjid Istiqlal yang mematok uang parkir hingga Rp150 ribu.

Razia tersebut sepertinya tidak memberi efek jera, pasalnya hingga kini masih banyak ditemukan kasus yang sama.

Selain itu minimarket, toko, dan tempat umum lainnya masih menjadi lahan parkir liar.

PAD bocor

Maraknya parkir liar di Jakarta menjadi perhatian serius Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta. Para wakil rakyat itu membentuk Panitia Khusus (Pansus) Perparkiran.

Pansus tersebut dibentuk untuk membedah persoalan parkir di Jakarta yang hingga kini masih belum tertata rapi, tidak klir juntrungannya.

Pada rapat kerja dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta, anggota Pansus Perparkiran mencecar sejumlah isu terkait carut marut pengelolaan parkir.

Wakil Ketua Pansus Mujiyono mengatakan bahwa dari hitung-hitungan yang dimilikinya, pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor parkir di jalan dapat mencapai Rp600 miliar.

Data tersebut kata Mujiyono dapat diadu karena itu realitas yang terjadi di DKI Jakarta, tempat PAD sektor parkir hingga kini masih bocor dengan jumlah fantastis.

Hal itu juga diungkapkan anggota lainya yang menemukan masih maraknya parkir liar di Jakarta yang memakan bahu jalan dan dana parkir yang ditarik dari masyarakat tidak masuk ke PAD.

Untuk itu, anggota pansus menekankan agar Pemprov DKI Jakarta dapat memperbaiki sistem perparkiran supaya PAD yang didapatkan bisa maksimal.

Data dari Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta menunjukkan bahwa pendapatan parkir di tepi jalan terus turun setelah terminal parkir elekronik (TPE) yang dimiliki rusak.

Saat ini dari 201 TPE yang tersebar di 31 ruas, tinggal 64 mesin yang berfungsi.

Mesin TPE saat ini tersebar di Jakarta Pusat sebanyak 62 unit dengan perincian 23 aktif dan 39 rusak. Jakarta Barat dari 74 mesin, cuma 19 yang. Di Jakarta Selatan dari 49 mesin, cuma 18 yang aktif. Di Jakarta Timur dari 16 unit, sisa empat yang aktif. Sedangkan di Jakarta Utara tidak ada terpasang TPE.

Kerusakan TPE yang berada di beberapa titik mengakibatkan pendapatan turun dari yang tertinggi yaitu Rp18 miliar pada 2017 menjadi Rp8,9 miliar pada 2024.

TPE di Jakarta mulai diterapkan pada 2016 ketika pendapatan parkir di tepi jalan sebanyak Rp7 miliar.

Kemudian, pendapatan parkir melalui TPE terus menanjak yakni pada 2017 sampai 2019 mencapai di atas Rp18 miliar.

Setelah terjadi COVID-19 serta adanya kerusakan sejumlah mesin, pendapatan parkir TPE turun drastis yakni pada 2020 menjadi Rp13 miliar, pada 2021 jadi Rp10 miliar, pada 2022 serta 2023 Rp9 miliar.

"Saat ini banyak TPE yang sudah tidak berfungsi," kata Kepala Unit Pengelola Perparkiran Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Adji Kusambarto kepada ANTARA beberapa waktu yang lalu.

Selain di tepi jalan, pendapatan UP Perparkiran juga dari 69 lokasi parkir yang bukan di tepi jalan yang dikelola mereka.

Dari jasa parkir tersebut juga terjadi fluktuasi yang cenderung turun. Pada 2017 dan 2018 pendapatan dapat tembus di atas Rp100 miliar. Jumlah tersebut dapat dicapai karena UP Perparkiran Dishub DKI pada 2017 hingga 2018 masih mengelola parkir di 35 pasar yang tersebar di DKI Jakarta.

Akan tetapi setelah pengelolaan parkir diberikan ke PD Pasar Jaya pendapatan UP Perparkiran terus menunjukkan penurunan. Pada 2019 pendapatan Rp83 miliar, 2020 turun menjadi Rp49 miliar, 2021 menjadi Rp43. Pada tahun 2020 dan 2021 masa pandemi COVID-19.

Setahun berikutnya yaitu di 2022 pendapatan Rp51 miliar, 2023 naik Rp57,449 miliar dan pada 2024 pendapatan Rp57,020 miliar.

Penataan parkir

Penataan parkir, khususnya yang berada di tepi jalan perlu segera dituntaskan agar pendapatan asli daerah (PAD) bisa dimaksimalkan.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan bahwa persoalan parkir di Jakarta khususnya yang di tepi jalan sudah berlarut-larut dan perlu segera diselesaikan.

Penyelesainnya sudah dapat diukur yaitu dengan menggunakan TPE karena ketika masih secara manual maka uang tersebut dipastikan akan menguap.

Untuk itu Pemprov DKI Jakarta harus memanfaatkan PAD yang di depan mata itu dengan cermat dan tepat.

Tidak perlu ada alasan lagi suku cadang mesin mahal, susah didapatkan dan lain sebagainya karena selama ada kemauan pasti ada jalan.

Penataan parkir di Jakarta memang perlu dilakukan, karena lahan tersebut masih banyak diperebutkan oleh “penguasa”, preman setempat, maupun oknum, mengingat uangnya banyak.

Untuk itu, penerapan teknologi harus diutamakan karena dapat meminimalkan kebocoran yang selama ini masih terjadi. Teknologi bisa membuat urusan perparkiran menjadi jelas alias klir.

Sebab jika mengandalkan juru parkir, uang yang seharusnya bisa dinikmati masyarakat luas hanya bisa dinikmati segelintir orang.

Editor: Sapto Heru Purnomojoyo
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |