Hakim "vonis bebas" Ronald Tannur minta dibebaskan dari kasus suap

5 hours ago 4

Jakarta (ANTARA) - Salah satu hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memberikan "vonis bebas" terhadap terpidana pembunuhan, Ronald Tannur, Heru Hanindyo meminta untuk dibebaskan dari kasus dugaan suap atas pemberian vonis bebas kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada tahun 2024 dan gratifikasi.

Pasalnya, dia membantah telah menerima uang sebesar Rp1 miliar dan 120 ribu dolar Singapura dari penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, sesuai dakwaan penuntut umum.

"Justru dari fakta persidangan terungkap bahwa saya telah mengingatkan kepada Lisa pada intinya untuk jangan berikan apa pun kepada kami karena ini perkara nyawa dan biarkan kami memutus sesuai fakta persidangan," ujar Heru saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.

Baca juga: Hakim "vonis bebas" Ronald Tannur kaget dituntut 9 tahun penjara

Maka dari itu, dirinya merasa namanya dijual di persidangan oleh terdakwa lainnya, yang juga merupakan hakim yang menangani perkara Ronald Tannur, yakni Erintuah Damanik.

Penjualan nama dimaksud, kata dia, yaitu perihal penunjukan hakim ketua perkara Ronald Tannur, yang disebutkan berdasarkan usulan dirinya dan terdakwa Mangapul.

"Sejatinya hal tersebut tidak pernah terjadi," tuturnya.

Oleh karena itu , Heru pun kaget dan kecewa saat mengetahui dari proses persidangan bahwa namanya telah dipermainkan atau dijual oleh Erintuah kepada Lisa untuk kepentingan pribadi.

Sebelumnya, tiga hakim nonaktif PN Surabaya dituntut pidana penjara selama 9 hingga 12 tahun penjara dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian "vonis bebas" kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada tahun 2024.

Tiga hakim nonaktif tersebut, yakni Erintuah Damanik dan Mangapul yang dituntut masing-masing sembilan tahun penjara, serta Heru Hanindyo yang dituntut pidana selama 12 tahun penjara.

Baca juga: Hakim vonis bebas Ronald Tannur merasa JPU tak apresiasi pengajuan JC

Selain pidana penjara, ketiga hakim juga dituntut agar dikenakan pidana denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Ketiga hakim itu dinilai melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan pertama alternatif kedua dan dakwaan kumulatif kedua.

Dalam kasus dugaan suap atas pemberian vonis bebas kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada tahun 2024 dan gratifikasi, ketiga hakim nonaktif PN Surabaya tersebut didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp4,67 miliar.

Secara perinci, suap yang diduga diterima oleh tiga hakim meliputi sebanyak Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura atau Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900).

Selain suap, ketiga hakim juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.

Dengan demikian, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 B jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Mangapul akui "satu pintu" terima suap atas vonis bebas Ronald Tannur

Baca juga: Mangapul: Eks Ketua PN Surabaya terima uang vonis bebas Ronald Tannur

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |