Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat tersangka kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing atau RPTKA di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama SUH, HAR, WP, dan DA,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo ketika dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Kamis.
Walaupun demikian, Budi belum dapat mengungkapkan kemungkinan penahanan empat tersangka tersebut pada Kamis ini.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, keempat tersangka tersebut adalah mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kemenaker Suhartono (SUH), mantan Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker Haryanto (HAR), mantan Direktur Pengendalian Penggunaan TKA Kemenaker Wisnu Pramono (WP), dan mantan Direktur PPTKA Kemenaker Devi Anggraeni (DA).
Baca juga: KPK gali pengetahuan eks Stafsus Menakertrans Cak Imin soal pemerasan
Keempatnya telah tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Devi Anggraeni pada pukul 9.46 WIB, Suhartono pukul 9.51 WIB, dan Haryanto serta Wisnu Pramono pada pukul 10.00 WIB.
Untuk penyidikan kasus tersebut, pada Selasa (15/7) lalu, KPK telah memanggil sejumlah saksi yang antara lain adalah anggota Komisi XIII DPR RI Mafirion, anggota DPR RI periode 2019–2024 Nur Nadlifah, dan Maria Magdalena S. Ketiganya merupakan mantan Stafsus Menaker era Hanif Dhakiri.
Pada Rabu (16/7), KPK pun memanggil mantan anggota DPR RI sekaligus mantan Stafsus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin bernama Luqman Hakim, mantan Stafsus Menaker Ida Fauziyah bernama Caswiyono Rusydie Cakrawangsa (CRC), dan Risharyudi Triwibowo yang saat ini menjabat sebagai Bupati Buol, Sulawesi Tengah.
Sebelumnya (5/6/2025), KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Baca juga: Mantan Stafsus Menaker Hanif Dhakiri dan Ida Fauziyah kembali dipanggil KPK
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.
KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.
Bila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.
Pewarta: Rio Feisal
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.