GKR Hayu: Perempuan mampu jadi inovator tanpa kehilangan jati diri

1 hour ago 2

Yogyakarta (ANTARA) - Gusti Kanjeng Ratu Hayu (GKR Hayu) mengatakan bahwa perempuan memiliki potensi besar untuk menjadi penggerak perubahan, termasuk dalam dunia digital.

GKR Hayu yang kini mengelola divisi teknologi informasi dan dokumentasi atau Penghageng Tepas Tandha Yekti di Keraton Yogyakarta, menekankan pentingnya peran perempuan untuk berani tampil dan berinovasi di dunia digital tanpa harus meniru peran laki-laki.

“Perempuan sebenarnya bisa. Kita tidak perlu berpura-pura menjadi laki-laki untuk mencapai sesuatu. Kadang kita hanya perlu percaya diri dan tidak terus-menerus berusaha menyenangkan orang lain,” ujar GKR Hayu dalam diskusi di Yogyakarta, Kamis.

Baca juga: Menkomdigi ingin kaum perempuan lebih berdaya di ruang digital

Baca juga: Kemkomdigi: Peran perempuan berdaya dorong pertumbuhan ekonomi global

Putri keempat Sri Sultan Hamengku Buwono X tersebut menilai kemajuan teknologi bukanlah lawan bagi perempuan atau budaya, melainkan sarana untuk memperluas ruang karya dan menjaga nilai-nilai luhur yang telah diwariskan.

Ia menuturkan, dirinya dan empat saudara perempuannya telah menjadi bagian dari perubahan birokrasi di Keraton Yogyakarta yang sebelumnya didominasi laki-laki.

Keputusan Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk mempercayakan jabatan penting kepada empat anak perempuannya menjadi tonggak sejarah baru bagi perempuan Jawa.

Namun demikian, peran GKR Hayu tidak berhenti pada ranah birokrasi. Di era digital, ia membawa Keraton Yogyakarta memasuki fase baru dengan melakukan digitalisasi warisan budaya, termasuk proyek dokumentasi Wayang Wong yang kini tersimpan dalam arsip digital dan ditampilkan melalui kanal resmi Keraton.

“Teknologi bukan musuh budaya. Justru teknologi harus menyesuaikan dengan nilai-nilai yang kita jaga. Jika kita tidak mengisi ruang digital dengan informasi yang benar, maka disinformasi yang akan mengisinya,” jelasnya.

Melalui langkah-langkah itu, GKR Hayu membuktikan bahwa perempuan mampu menjadi jembatan antara tradisi dan inovasi.

Ia berharap generasi muda, terutama perempuan, tidak takut menapaki dunia teknologi dengan tetap berpijak pada akar budayanya.

“Modernisasi bukan berarti westernisasi. Kita punya nilai sendiri yang bisa kita bawa ke masa depan,” pungkasnya.

Baca juga: Kebebasan bermedia sosial harus diiringi dengan tanggung jawab moral

Baca juga: APJII dorong transformasi digital inklusif dan berkelanjutan

Baca juga: Komdigi edukasi warga dan media di Aceh terkait dampak hingga etika AI

Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |