Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyampaikan sejumlah rekomendasi guna memperkuat perlindungan terhadap korban kekerasan berbasis gender (KBG), khususnya perempuan.
Anggota Komisi Paripurna sekaligus Peneliti Komnas Perempuan Chatarina Pancer mengatakan pihaknya menyusun rekomendasi tersebut berdasarkan pengembangan bentuk dan pola kekerasan terhadap perempuan yang dituangkan dalam Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan.
“Nah ini tentu saja kami menyusunnya karena pendokumentasian itu sangat penting ya. Dengan adanya dokumentasi, kita bisa berbuat sesuatu yang lebih dari sekadar data-data yang tersimpan. Jadi ini merupakan upaya pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Karena semakin hari itu hal-hal yang dihadapi oleh perempuan Indonesia itu khusus ya, khas,” kata Chatarina dalam pertemuan daring bertajuk Soft Launching Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan di Jakarta pada Senin.
Ia mengatakan salah satu rekomendasi itu ialah penguatan pengetahuan tentang ragam dan interseksionalitas isu kekerasan berbasis gender terhadap perempuan dalam relasi personal, yang dapat diperluas mencakup pada ranah teknologi digital.
Baca juga: Rentan kekerasan, perlindungan perempuan pembela HAM perlu diperkuat
Rekomendasi lainnya, kata dia, Komnas Perempuan menilai perlunya penguatan implementasi hukum berperspektif korban dan gender sehingga penting dilakukan sosialisasi dan pelatihan untuk aparat penegak hukum (APH).
Selain itu, pihaknya juga merekomendasikan perlunya reformasi sistem layanan guna memastikan akses dan keamanan korban (dengan peningkatan kapasitas UPTD PPA) dan penyediaan layanan darurat digital.
Di samping itu, Komnas Perempuan pun menilai perlunya penguatan rumah aman dan jaringan layanan berbasis komunitas (pendanaan berkelanjutan).
“Jadi pemutakhiran Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Indonesia ini sebagai media advokasi sekaligus upaya penguatan pencegahan dan pendampingan korban yang tentu saja disesuaikan dengan konteks sosial dan teknologi yang berubah ini,” ujarnya.
Baca juga: Mengapa banyak korban kekerasan seksual tak berani “speak up”?
Baca juga: KPPPA: Kekerasan gender rentan terjadi saat darurat setelah bencana
Baca juga: Kemen PPPA soroti kerentanan perempuan dan anak di situasi darurat
Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































