Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat minta pembahasan segera digulirkan

1 month ago 17

Jakarta (ANTARA) - Koalisi Kawal Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat meminta DPR RI segera membahas RUU Masyarakat Adat guna disahkan menjadi undang-undang sebagai komitmen dalam menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat adat.

"DPR seharusnya segera membahas dan mengesahkan RUU Masyarakat Adat,” kata Juru Bicara Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat Abdon Nababan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

Hal itu disampaikan setelah tujuh bulan sejak RUU tersebut dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025, namun belum ada kemajuan signifikan di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Sejak awal tahun, Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat terus mendorong proses legislasi melalui berbagai dialog dan audiensi dengan DPR dan Pemerintah, serta telah menyampaikan naskah akademik dan draf RUU versi masyarakat sipil kepada pimpinan Baleg DPR dan fraksi-fraksi DPR.

"Draf yang diajukan masyarakat sipil ini mengusung model pengakuan deklaratif terhadap masyarakat adat, mekanisme administratif sederhana untuk pengakuan wilayah adat, jaminan hak kolektif bagi perempuan dan anak adat, pembentukan lembaga perlindungan dan penyelesaian konflik adat di tingkat nasional dan daerah, serta harmonisasi lebih dari 30 UU sektoral yang saling tumpang tindih atau bersifat diskriminatif." ujarnya.

Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat juga berdialog intensif dengan berbagai lembaga pemerintah dan HAM, seperti Kementerian Hukum dan Kementerian HAM, Bappenas, Kemenko PMK, Kemendikbud Ristek, Komnas HAM, serta Komnas Perempuan.

"Dari seluruh pertemuan kami dengan kementerian, lembaga, dan fraksi di DPR, hampir semuanya menyambut baik dan mendukung pengesahan RUU ini. Lewat dialog yang konstruktif, kami telah membahas isu-isu strategis, termasuk kepastian berusaha dan pengurangan biaya ekonomi tinggi di Indonesia," tuturnya.

Kawal RUU Masyarakat Adat menilai absennya payung hukum yang komprehensif telah berdampak buruk bagi masyarakat adat, mulai dari kriminalisasi, perampasan wilayah, diskriminasi, hingga hilangnya identitas budaya dan bahasa.

"Koalisi menegaskan bahwa RUU ini bukan soal menghidupkan kerajaan atau feodalisme, melainkan pemulihan keadilan konstitusional dan pengakuan atas warga negara yang selama ini paling terpinggirkan," ucapnya.

Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat pun memberikan lima catatan mengapa RUU tersebut mendesak untuk dibahas dan disahkan, yaitu (1) Payung Hukum Tunggal: Menyatukan berbagai aturan sektoral yang selama ini tumpang tindih; (2) Hak Tenurial: Menghormati ikatan masyarakat adat dengan tanah ulayatnya; (3) Pengakuan Hak Kolektif: Termasuk hak perempuan dan anak adat; (4) Keadilan Ekologis: Masyarakat adat terbukti lebih menjaga ekosistem; dan (5) Mandat Konstitusi: Memenuhi hak-hak konstitusional warga negara yang terpinggirkan.

Koordinator Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat Veni Siregar menambahkan bahwa DPR belum juga membentuk Panitia Kerja (Panja) dan merekomendasikan RUU tersebut sebagai RUU usul inisiatif DPR, meski naskah akademik RUU telah diserahkan pihaknya dan Kementerian Hukum dan Kementerian HAM menyatakan dukungan maupun kesiapan untuk membahas RUU tersebut.

"Padahal, agar sebuah RUU dapat dibahas bersama pemerintah di Pembahasan Tingkat I, RUU tersebut harus terlebih dahulu disahkan sebagai RUU inisiatif DPR melalui Rapat Paripurna,” ujar Veni.

Oleh karena itu, koalisi menyerukan agar DPR RI segera jadwalkan pembahasan RUU secara resmi di Baleg DPR, serta pemerintah berperan aktif dalam proses harmonisasi dan pengesahan.

"Koalisi menyerukan agar DPR RI segera jadwalkan pembahasan RUU secara resmi di Badan Legislasi, serta pemerintah berperan aktif dalam proses harmonisasi dan pengesahan," katanya.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |