Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) menjaring masukan strategis dari pemangku kepentingan dalam rangka penyempurnaan dan pembaruan regulasi terkait penempatan dan pelindungan pekerja migran Indonesia.
Deputi Bidang Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Pelindungan Pekerja Migran Kemenko PM, Leontinus Alpha Edison dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin, mengatakan bahwa masukan tersebut dihimpun melalui Lokakarya Konsultasi kedua yang melibatkan Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) serta Balai Latihan Kerja dan Lembaga Pelatihan Kerja (BLK/LPK).
Baca juga: P2MI dan Belu sepakat perkuat pelindungan pekerja migran via MoU Baru
Lokakarya itu digelar sebagai bagian dari evaluasi implementasi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 130/2024 tentang Penguatan Tata Kelola Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
"Sebelumnya, Kemenko PM menggelar lokakarya konsultasi dengan organisasi masyarakat sipil dan perwakilan pekerja migran Indonesia pada September dan Oktober 2025 sebagai bagian dari proses penyusunan kebijakan yang inklusif," katanya.
Menurut Leon, hasil evaluasi menunjukkan masih adanya tantangan struktural, antara lain praktik biaya penempatan berlebih atau overcharging serta migrasi nonprosedural yang meningkatkan kerentanan pekerja migran terhadap penipuan dan tindak pidana perdagangan orang.
Oleh karena itu, kata dia, diperlukan pembaruan regulasi sebagai dasar kebijakan yang berkelanjutan dan selaras dengan dinamika pasar kerja global serta arah pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2025–2029.
Leon menyebut bahwa kontribusi ekonomi pekerja migran Indonesia yang tercermin dari nilai remitansi sebesar Rp253,3 triliun pada 2024, perlu diimbangi dengan tata kelola yang komprehensif dan berorientasi pada perlindungan martabat kemanusiaan.
Pelibatan P3MI dan BLK/LPK dinilai penting, karena keduanya merupakan pihak yang memahami langsung tantangan di lapangan, mulai dari biaya penempatan, kesesuaian kurikulum pelatihan, hingga penguatan pengawasan dan penegakan hukum.
Kemenko PM juga melaporkan bahwa salah satu isu krusial yang dibahas adalah praktik pembebanan biaya penempatan atau placement fee kepada PMI oleh sebagian besar P3MI, yang mengakibatkan overcharging.
Asosiasi P3MI seperti APJATI dijadwalkan untuk membahas standardisasi biaya penempatan dan pencegahan itu.
Selain itu, menurut Leon, lokakarya juga menyoroti peningkatan risiko TPPO yang diperburuk oleh lemahnya pengawasan lintas batas.
Kementerian Hukum dan HAM dalam hal ini turut membahas sub tema penguatan penegakan hukum terhadap migrasi dan TPPO. Sementara itu, IMCAA asosiasi agen kru kapal (IMCAA) membahas pencegahan penempatan ilegal awak kapal perikanan.
Baca juga: KP2MI siapkan santunan Rp1,5 miliar untuk pekerja migran di Hong Kong
Baca juga: Menilik upaya penguatan pelindungan terhadap pekerja migran Indonesia
"Isu penting lainnya adalah kesenjangan kompetensi dan sertifikasi global, akses terhadap peningkatan kompetensi dan jalur penempatan prosedural," cetusnya
Adapun asosiasi pelatihan, seperti P4MI dan OPPPI akan membahas harmonisasi kurikulum pelatihan dengan market demand global dan uji kompetensi dan sertifikasi internasional.
Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan keterampilan tenaga kerja yang belum sepenuhnya sesuai dengan permintaan pasar kerja internasional, sehingga berakibat PMI harus menjalani reskilling atau uji kompetensi ulang di negara tujuan.
Pewarta: M. Riezko Bima Elko Prasetyo
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































