Kaltim libatkan masyarakat desa tuntaskan dokumen perdagangan karbon

2 weeks ago 9
Di Balikpapan, Penajam Paser Utara, dan Paser saja, ada 84 desa yang telah merasakan manfaatnya. Ini bukti bahwa mekanisme yang kita susun benar-benar menyentuh masyarakat

Balikpapan (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) melaksanakan Forum Konsultasi Publik (FKP) dengan melibatkan masyarakat hingga tingkat desa untuk menyelesaikan dua dokumen sebagai laporan program penurunan emisi karbon berbayar.

Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Kaltim Sri Wahyuni di Balikpapan, Selasa, menjelaskan dua dokumen tersebut yakni Indigenous Peoples Plan (IPP) atau
dokumen yang melindungi hak-hak masyarakat adat dan dokumen Benefit Sharing Plan (BSP) atau rencana pemanfaatan dana dan manfaatnya kepada masyarakat

Menurutnya, kegiatan diskusi dilaksanakan serentak di empat lokasi yakni Balikpapan, Berau, Kutai Kartanegara, dan Kutai Barat, dengan tujuan menjangkau masukan langsung dari masyarakat di tingkat bawah.

Ia berharap melalui forum ini para pemangku kepentingan, seperti pemerintah desa dan masyarakat, dapat menyampaikan aspirasi mereka, terutama masyarakat adat dan kelompok rentan.

Baca juga: RI siap gali potensi perdagangan karbon saat COP30 di Brasil

Sri Wahyuni ​​menjelaskan revisi dokumen ini adalah bagian dari persiapan penutupan Program FCPF–Carbon Fund (FCPF–CF) pada 31 Desember 2025.

Dokumen-dokumen tersebut disusun untuk menjamin pembagian manfaat yang adil dan akuntabel, serta memastikan pengakuan dan pemberdayaan masyarakat adat dalam skema REDD+ (Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan).

Menurutnya, manfaat pendahuluan (pembayaran di muka) dari program ini sudah dirasakan langsung oleh masyarakat. Sejak tahun 2023 hingga 2024 setidaknya 441 desa dan 150 kelompok masyarakat, termasuk perempuan dan komunitas adat, telah menerima manfaat tersebut.

“Di Balikpapan, Penajam Paser Utara, dan Paser saja, ada 84 desa yang telah merasakan manfaatnya. Ini bukti bahwa mekanisme yang kita susun benar-benar menyentuh masyarakat,” kata Sri Wahyuni.

Ia ​​menekankan dokumen BSP dan IPP adalah dokumen kehidupan yang akan terus disempurnakan berdasarkan masukan masyarakat. “Proses ini bukan sekedar prosedural, melainkan landasan dari prinsip keadilan sosial dan pengakuan hak adat dalam REDD+,” kata Sri Wahyuni.

Baca juga: Petakan potensi karbon, KLH targetkan peningkatan laporan dari daerah

Forum konsultasi tingkat provinsi berikutnya diadakan pada minggu kedua September 2025, yang akan menjadi forum konsolidasi akhir sebelum dokumen disetujui dan diserahkan kepada mitra pendanaan yaitu Bank Dunia (World Bank).

Pemprov Kaltim berharap agar Bank Dunia segera menuntaskan pembayaran berbasis hasil sebesar 80,1 juta dolar AS sebelum program berakhir. Ini merupakan bagian dari komitmen dan keadilan bagi Kaltim yang telah menjalankan program secara optimal.

Pihaknya mengajak seluruh pihak untuk mulai berpikir ke depan setelah berakhirnya Program FCPF–CF, salah satunya adalah pengembangan mekanisme perdagangan karbon. Pengalaman dan kesiapan dokumen yang sudah dimiliki Kaltim menjadi modal penting untuk peluang ini.

“Ini bukan hanya tentang menurunkan emisi, tapi tentang menjaga hutan untuk generasi mendatang dan menunjukkan kepada dunia bahwa pembangunan hijau bisa dimulai dari Kalimantan Timur,” kata Sri Wahyuni.

Baca juga: KLH kembangkan versi baru SRN PPI dukung capaian target iklim nasional

Pewarta: Arumanto
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |