Istanbul (ANTARA) - Faksi-faksi perlawanan Palestina menolak rancangan resolusi AS yang mengusulkan pengerahan pasukan internasional di Gaza, dengan menyebutnya sebagai upaya memberlakukan pengawasan asing dan menyingkirkan Palestina dalam pengambilan keputusan.
Dalam pernyataan bersama pada Minggu (16/11), mereka menyatakan bahwa mandat tersebut akan membuka jalan bagi dominasi eksternal atas keputusan nasional Palestina dan mengalihkan administrasi serta rekonstruksi Gaza kepada pihak asing, sehingga mengurangi hak rakyat Palestina mengatur urusan mereka sendiri.
Kelompok-kelompok itu menegaskan bahwa bantuan kemanusiaan harus dikelola melalui institusi Palestina di bawah pengawasan PBB, dan memperingatkan bahwa mekanisme asing akan menjadikan bantuan sebagai alat tekanan dan melemahkan peran UNRWA — badan PBB untuk pengungsi Palestina.
Mereka juga menolak setiap klausul perlucutan senjata dan menyatakan bahwa isu senjata harus tetap menjadi urusan nasional yang terkait proses politik untuk mengakhiri pendudukan Israel.
Mereka mengkritik rencana pembentukan pasukan multinasional yang dinilai berpotensi "melayani pendudukan Israel," serta menolak setiap bentuk kehadiran militer asing atau perwalian di Gaza.
Pernyataan itu menegaskan perlunya mekanisme internasional untuk meminta pertanggungjawaban Israel atas pelanggaran dan krisis kemanusiaan terkait kendalinya atas perlintasan Gaza. Mereka menilai kerangka Arab–Islam sebagai model administrasi yang paling bisa diterima.
Pernyataan tersebut disampaikan menjelang pemungutan suara Dewan Keamanan PBB atas fase kedua rencana Gaza yang digagas Presiden AS Donald Trump, termasuk pengerahan pasukan internasional dan langkah menuju pembentukan negara Palestina.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Mesir-Rusia bahas resolusi AS dan masa depan Gaza
Baca juga: UNRWA: Hujan perburuk situasi di Gaza
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































