Institut ASEAN: RI ciptakan ruang dialog dalam perdamaian Kamboja

5 hours ago 5

Jakarta (ANTARA) - Institut ASEAN untuk Perdamaian dan Rekonsiliasi (ASEAN-IPR) menilai kepemimpinan Indonesia dalam Jakarta Informal Meeting (JIM) pada akhir 1980-an berperan menciptakan ruang dialog bagi proses perdamaian di Kamboja.

JIM merupakan inisiatif diplomatik dari pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan konflik berdarah selama bertahun-tahun antara Kamboja dan Vietnam.

“Ini bukan acara yang berlangsung dalam semalam. Dibutuhkan banyak proses dan negosiasi. Dan membuka dialog yang inklusif adalah proses yang sangat, sangat penting,” kata Direktur Eksekutif ASEAN-IPR, I Gusti Agung Wesaka Puja, dalam sebuah seminar di Jakarta pada Selasa (29/4).

Puja menjelaskan bahwa JIM I yang berlangsung di Bogor, Jawa Barat, pada 25-28 Juli 1988 dihadiri delapan negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, Filipina, Laos, dan Vietnam) dan empat faksi di Kamboja yang terlibat konflik.

Pertemuan itu mencapai pemahaman untuk segera menghentikan penderitaan rakyat Kamboja, membentuk Kamboja yang bebas dan berdaulat, netral, dan tidak berpihak, serta membentuk pemerintahan rekonsiliasi nasional.

Namun, kata Puja, tidak ada kesepakatan yang tercapai pada pertemuan tersebut tentang bagaimana melaksanakan ketiga poin itu.

Isu utama yang saat itu sangat sulit dilaksanakan adalah menetapkan kerangka rekonsiliasi nasional dan pemberantasan kekuatan Pol Pot sebagai entitas politik dan militer di Kamboja.

“(JIM) fase kedua yang dipimpin Menteri Luar Negeri Ali Alatas membahas penarikan pasukan Vietnam dari Kamboja, serta pembentukan pemerintahan transisi kuadripartit di Kamboja,” kata Puja.

Dia menambahkan bahwa JIM II yang digelar di Jakarta pada 16-18 Februari menghasilkan Pernyataan Ketua yang meliputi penarikan pasukan Vietnam, Mekanisme Kontrol Internasional, dan pengesahan Konferensi Internasional.

Pertemuan kedua itu mendorong terlaksananya Konferensi Internasional mengenai Kamboja di Paris pada Juli 1989.

Indonesia kembali memainkan peran penting karena pertemuan terkait Kamboja kemudian diselenggarakan lagi di Jakarta.

Pertemuan itu menghasilkan poin-poin kemungkinan kesepahaman bersama, termasuk keterlibatan PBB dan pembentukan Dewan Nasional Tertinggi (Supreme National Council/SNC).

Selain menciptakan ruang dialog bagi proses perdamaian di Kamboja, Indonesia juga berperan dalam memahami batasan dan membuka dialog inklusif, kata Puja.

“Perdamaian adalah persoalan kehendak. Setiap konflik dapat diselesaikan, dan tidak ada alasan untuk membiarkan konflik menjadi abadi,” kata dia.

Baca juga: SOM Kuala Lumpur bahas finalisasi Visi Komunitas ASEAN 2045
Baca juga: RI–Malaysia bahas optimalisasi bantuan bencana di kawasan ASEAN

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |