Jakarta (ANTARA) - Salah satu hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memberikan "vonis bebas" kepada terpidana pembunuhan, Ronald Tannur, yakni Erintuah Damanik merasa jaksa penuntut umum (JPU) tidak mengapresiasi pengajuan status saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator/JC), yang diajukan dirinya dan terdakwa Mangapul.
"Pengajuan itu tidak dipertimbangkan JPU dalam surat tuntutan, kecuali di bagian hal meringankan. Terbukti dengan menuntut saya dengan tuntutan pidana yang sangat berat," ucap Erintuah dalam sidang pembacaan pleidoi atau nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Mangapul berpendapat bahwa dalam perkara tersebut sebenarnya terdapat bukti yang minim lantaran penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat mengingkari perbuatannya dan memberikan keterangan yang berubah-ubah.
Ditambah lagi, sambung dia, terdakwa lainnya Heru Hanindyo, juga tidak mengakui perbuatannya, yakni menerima uang yang dibagikan di ruang kerja Mangapul, dengan memberi alasan yang tidak masuk akal.
Baca juga: Hakim "vonis bebas" Ronald Tannur kaget dituntut 9 tahun penjara
Selain itu, ia menambahkan keterangan semua saksi yang diajukan oleh JPU di persidangan pun tidak ada yang mengarah kepada perbuatan dirinya, sehingga diperlukan keterangan justice collaborator untuk mengungkap kasus itu.
"Hal tersebut sudah saya ajukan pada tahap penyidikan, tetapi baru pada tahap penuntutan dan persidangan, JPU menghubungi penasihat hukum saya agar mengurus justice collaborator bagi saya dan Mengapul," tuturnya.
Tak hanya itu, Mangapul menuturkan JPU turut meminta agar ia dan Mangapul mengakui perbuatannya dan menerangkan fakta yang berkaitan dengan Heru, Lisa, Erintuah, dan Mangapul.
Untuk itu, dia bersama Mangapul pun telah mengakui semua perbuatan yang dilakukan, yaitu menerima uang dari Lisa dan telah membagi-bagikan uang itu kepada majelis hakim yang menangani kasus Ronald Tannur, yakni dirinya, Mangapul, dan Heru.
Baca juga: Tiga hakim "vonis bebas" Ronald Tannur dituntut 9--12 tahun penjara
"Meskipun sesungguhnya uang itu tidak berpengaruh kepada musyawarah kami yang sepakat bahwa Ronald Tanur tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan dan karenanya membebaskannya dari dakwaan berdasarkan fakta-fakta persidangan," ungkapnya.
Sebelumnya, tiga hakim nonaktif PN Surabaya dituntut pidana penjara selama 9 hingga 12 tahun penjara dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian "vonis bebas" kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada tahun 2024.
Tiga hakim nonaktif tersebut, yakni Erintuah Damanik dan Mangapul yang dituntut masing-masing 9 tahun penjara, serta Heru Hanindyo yang dituntut pidana selama 12 tahun penjara.
Selain pidana penjara, ketiga hakim juga dituntut agar dikenakan pidana denda sebesar Rp750 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Ketiga hakim itu dinilai melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan pertama alternatif kedua dan dakwaan kumulatif kedua.
Baca juga: Pengacara Ronald Tannur disebut kirim uang Rp2 miliar ke adiknya
Dalam kasus dugaan suap atas pemberian "vonis bebas" kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada tahun 2024 dan gratifikasi, ketiga hakim nonaktif PN Surabaya tersebut didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp4,67 miliar.
Secara terinci, suap yang diduga diterima oleh tiga hakim meliputi sebanyak Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura atau Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900).
Selain suap, ketiga hakim juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.
Dengan demikian, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 B jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2025