Ekonom UGM: Diversifikasi pasar ekspor penting hadapi perang tarif

6 hours ago 3
Pendampingan teknis dan dukungan promosi ekspor kepada UMKM juga menjadi krusial untuk memperluas basis eksportir baru

Yogyakarta (ANTARA) - Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Sekar Utami menekankan pentingnya percepatan diversifikasi pasar ekspor sebagai langkah antisipasi menghadapi dampak ketidakpastian global yang dipicu perang tarif antara Amerika Serikat dan China.

"Perusahaan manufaktur Indonesia selama ini sangat bergantung pada pasar ekspor utama seperti AS dan China. Ketika terjadi perubahan kebijakan tarif atau perlambatan permintaan di negara-negara tersebut, sektor ini langsung terkena imbas," ujar Sekar dalam keterangannya di Yogyakarta, Selasa.

Ketegangan dagang dua ekonomi terbesar dunia itu, menurut dia, telah meningkatkan risiko perlambatan pertumbuhan perdagangan internasional, yang berdampak langsung pada sektor ekspor Indonesia.

Sektor yang paling rentan, menurut Sekar, adalah industri manufaktur berbasis ekspor seperti tekstil, alas kaki, elektronik, serta komoditas primer seperti kelapa sawit, karet, dan hasil perikanan.

Ketergantungan tinggi pada pasar tradisional, lanjut dia, membuat pelaku usaha kurang fleksibel dalam merespons dinamika global.

Untuk mengurangi kerentanan tersebut, Sekar mendorong pemerintah mempercepat perluasan akses ekspor ke pasar nontradisional di kawasan Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika.

Diversifikasi tersebut, disebutkan Sekar, penting agar ekspor Indonesia tidak mudah terguncang oleh kebijakan dagang negara mitra utama.

Tak hanya itu, Sekar juga menekankan perlunya insentif fiskal untuk sektor ekspor, kemudahan pembiayaan, serta peningkatan kualitas dan efisiensi logistik nasional agar produk Indonesia lebih kompetitif di pasar global.

"Pendampingan teknis dan dukungan promosi ekspor kepada UMKM juga menjadi krusial untuk memperluas basis eksportir baru yang lebih resilien terhadap dinamika global," ujar dia.

Sekar menilai sinergi kebijakan antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menjadi krusial di tengah ketidakpastian ekonomi global saat ini.

Dari sisi BI, stabilitas nilai tukar rupiah harus terus dijaga dengan kebijakan suku bunga yang responsif dan intervensi terukur di pasar valuta asing serta surat berharga.

Sementara itu, pemerintah dinilai perlu melakukan realokasi anggaran ke sektor yang terdampak langsung oleh konflik dagang global, seperti manufaktur ekspor, pertanian dan infrastruktur logistik.

"Kondisi ekonomi dan perbankan Indonesia ke depan masih optimistis namun tetap berhati-hati, mengingat masih ada tantangan eksternal dan domestik. Untuk itu, sinergi antara kebijakan moneter, fiskal, makro dan mikroprudensial perlu diperkuat agar perekonomian dan sektor perbankan Indonesia tetap resilien," ujar dia.

Baca juga: Menperin: Daya saing-akses pasar strategi tangani dampak tarif Trump

Baca juga: OJK: Bank syariah tetap perlu mitigasi risiko terhadap dampak tarif AS

Baca juga: Ekonom nilai RI punya cukup daya tawar dalam negosiasi tarif dengan AS

Baca juga: Ekonom puji langkah Prabowo tunjuk Airlangga jadi negosiator tarif AS

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025

Read Entire Article
Rakyat news | | | |