Jakarta (ANTARA) - Asia-Pasifik tetap menjadi kawasan ekonomi paling dinamis di dunia, tetapi mempertahankan momentum tersebut akan bergantung pada seberapa baik negara-negara beradaptasi dengan tantangan global dan memperdalam kerja sama regional, ungkap seorang ekonom Indonesia.
"Selama tiga dekade terakhir, Asia-Pasifik memainkan peran penting sebagai salah satu mesin utama pertumbuhan ekonomi global," kata Christina Ruth Elisabeth, seorang dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, dalam wawancara terbaru dengan Xinhua. "Saya yakin kesuksesan ini berasal dari kombinasi liberalisasi perdagangan, integrasi rantai pasokan yang lebih dalam, dan kemajuan teknologi yang cepat."
Elisabeth menuturkan bahwa perekonomian Indonesia tetap tangguh meski menghadapi tekanan global yang semakin meningkat. "Konsumsi domestik yang kuat, inflasi stabil, dan berbagai peluang baru muncul di sektor digital dan industri hijau," ujarnya. "Namun, masih terdapat beberapa tantangan, seperti menarik lebih banyak investasi berkualitas tinggi, meningkatkan infrastruktur, dan mengelola tekanan eksternal karena perdagangan dan aliran modal global yang masih bergejolak."
Di seluruh Asia-Pasifik, pertumbuhan melambat seiring dengan kenaikan suku bunga, kebijakan proteksionis, dan ketegangan geopolitik yang mengganggu rantai pasokan. "Banyak perekonomian juga menghadapi tantangan populasi yang menua, pertumbuhan produktivitas yang melambat, serta kemajuan yang tidak merata dalam transisi digital dan hijau," papar Elisabeth.
Kendati demikian, dia masih melihat adanya ruang untuk optimisme. "Asia-Pasifik masih memiliki potensi yang kuat untuk pertumbuhan jangka panjang," katanya. "Yang dibutuhkan saat ini adalah kerja sama regional yang lebih kuat untuk mengurangi hambatan nontarif, memperluas akses pasar, serta mendorong transformasi digital, energi terbarukan, dan perdagangan berkelanjutan."
Foto yang diambil pada 28 Oktober 2025 ini menunjukkan instalasi publisitas Pertemuan Pemimpin Ekonomi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) ke-32 di Gyeongju, Korea Selatan. (Xinhua/Park Jintaek)Tema yang diusung Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (Asia-Pacific Economic Cooperation/APEC) tahun ini, "Membangun Masa Depan Berkelanjutan: Berkolaborasi, Berinovasi, dan Berkembang" (Building a Sustainable Tomorrow: Connect, Innovate, Prosper), mencerminkan visi tersebut, kata Elisabeth.
"Di tengah meningkatnya tren deglobalisasi dan proteksionisme dunia, pesan untuk tetap terbuka dan terhubung terasa sangat relevan," ujarnya.
Untuk membangun apa yang dia sebut sebagai "30 tahun emas" berikutnya, Elisabeth mengatakan ekonomi Asia-Pasifik sebaiknya berfokus pada transformasi produktivitas, inovasi, dan pertumbuhan hijau yang inklusif.
"Kawasan ini perlu memperkuat integrasi rantai pasokan, memperluas konektivitas digital, dan mempertahankan kebijakan perdagangan yang terbuka meskipun fragmentasi global semakin meningkat," sebutnya. "Hal itu berarti berinvestasi dalam infrastruktur berkelanjutan, energi terbarukan, dan penelitian, sekaligus mendukung usaha kecil dan menengah untuk mendorong pembangunan yang inklusif."
Elisabeth mengatakan China memainkan "peran yang penting dan strategis" dalam mendorong perkembangan ekonomi di kawasan ini. "China membantu memperkuat integrasi regional dengan memperluas akses pasar, mendorong investasi, dan meningkatkan konektivitas infrastruktur," katanya.
Dia menyoroti Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebagai contoh utama kerja sama Indonesia-China. "Proyek ini telah memodernisasi infrastruktur, meningkatkan mobilitas, dan menunjukkan kemampuan Indonesia yang semakin berkembang dalam mengadopsi teknologi baru," ujarnya.
Menyongsong peran China sebagai tuan rumah pertemuan APEC 2026, Elisabeth menyebutkan dirinya berharap Beijing akan memprioritaskan "rantai pasokan yang lebih kuat, integrasi digital yang lebih dalam, dan kerja sama energi terbarukan."
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































