Jakarta (ANTARA) - Koperasi Desa Merah Putih, yang model bisnisnya hanya berfokus pada penyediaan barang konsumsi pokok, harus mengembangkan produk bernilai tinggi agar bisa mencapai keuntungan maksimal hingga Rp1 miliar per tahun.
Peneliti dari Centre of Reform on Economics (CORE) Eliza Mardian, saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis, mengatakan dengan model bisnis Koperasi Desa Merah Putih yang akan dijalankan, seperti agen LPG, agen beras, dan pupuk, menyerupai ritel modern atau minimarket desa, maka mereka mengandalkan volume penjualan tinggi dengan margin keuntungan yang relatif rendah.
“Kalau skalanya masih level desa, keuntungan Rp1 miliar per tahun masih belum bisa mencapai. Kecuali jika lini bisnisnya itu membuat produk baru yang bernilai tambah tinggi,” kata Eliza.
Baca juga: Kemenkop meningkatkan kapasitas pengurus Kopdes Merah Putih
Misalnya, lanjutnya, koperasi mengolah singkong menjadi tepung singkong atau singkong beku, atau mengolah cabai menjadi cabai bubuk/pasta/chili oil.
"Ini pasarnya lebih luas, bisa ke luar daerah bahkan ekspor sehingga memungkinkan keuntungan besar,” ujar dia menambahkan.
Ia menjelaskan, pasokan produk untuk Koperasi Desa Merah Putih nantinya langsung dari produsennya, seperti Pertamina, Bulog, dan Pupuk Indonesia. Menurutnya, memang efektif memangkas rantai distribusi hingga 2-3 lapis, yang berpotensi mengurangi biaya hingga 15-20 persen dari margin yang selama ini dinikmati perantara.
Eliza memaparkan dengan estimasi rata-rata 3.000-5.000 penduduk per desa, Koperasi Desa Merah Putih tetap berpotensi untung dari berbagai lini bisnis mereka.
Baca juga: Budi Arie: Kopdes Merah Putih bisa tekan harga LPG 3 kg jadi Rp18 ribu
Berdasarkan perhitungannya, Eliza menyebut melalui penjualan LPG, Kopdes Merah Putih berpotensi menghasilkan Rp1-3 juta per bulan. Ini didasarkan pada perhitungan kasar penjualan sekitar 500 hingga 1.000 tabung per bulan, dengan keuntungan Rp2.000 hingga Rp3.000 setiap tabung.
Untuk sektor pupuk, koperasi desa bisa meraup keuntungan tahunan sekitar Rp25 juta hingga Rp50 juta. Angka ini didapatkan dari margin 5-10 persen dari total penjualan pupuk yang mencapai Rp500 juta per tahun, dengan asumsi cakupan lahan sawah seluas 500-1.000 hektare.
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Zaenal Abidin
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.