Jakarta (ANTARA) - Aplikasi World App menjadi perbincangan hangat masyarakat dalam beberapa hari terakhir menyusul tawaran imbalan sebesar Rp800 ribu bagi masyarakat yang bersedia melakukan pemindaian mata. Teknologi ini digunakan oleh World App dalam rangka membangun sistem identitas digital global berbasis data biometrik yang dikenal dengan WorldID.
Namun, terlepas dari iming-iming insentif tersebut, kehadiran teknologi ini memunculkan kekhawatiran terkait keamanan data pribadi, khususnya karena metode yang digunakan adalah pindai biometrik pada mata.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pun telah menutup akses layanan WorldID dan WorldCoin sejak Minggu (4/5) seraya meninjau aspek regulasi yang berlaku.
Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan pindai mata biometrik dan ancaman apa yang bisa ditimbulkannya?
Baca juga: Dirjen Imigrasi pastikan data biometrik pemilik paspor aman
Apa Itu pemindaian biometrik?
Pemindaian biometrik adalah teknologi yang digunakan untuk mengidentifikasi seseorang berdasarkan ciri fisik atau perilaku unik yang dimilikinya.
Ciri-ciri ini bisa berupa sidik jari, suara, wajah, hingga pola iris atau retina mata. Dalam kasus World App, identifikasi dilakukan melalui pemindaian iris mata yang memiliki pola unik untuk setiap individu.
Sistem ini bekerja dengan cara memetakan pola khas yang tidak berubah dalam waktu lama. Setelah dipindai, data tersebut disimpan dalam bentuk terenkripsi dan digunakan kembali untuk proses autentikasi di masa depan.
Karena keunikannya, data biometrik semakin banyak digunakan sebagai pengganti kata sandi untuk mengakses perangkat elektronik hingga sistem keamanan ruang terbatas.
Apa bedanya pindai biometrik retina dan iris?
Pemindai retina memetakan pola pembuluh darah di bagian belakang mata, sementara pemindai iris memindai pola warna dan tekstur pada bagian mata yang berwarna (iris). Kedua metode tersebut memiliki tingkat akurasi tinggi dan digunakan dalam sistem keamanan canggih.
Pada World App, teknologi pemindai iris digunakan untuk menciptakan identitas digital yang unik namun anonim. Perusahaan pengembangnya, Tools for Humanity (TFH), menyatakan bahwa data pengguna tidak disimpan dan pengguna memiliki kendali penuh terhadap informasi yang mereka berikan.
Baca juga: Pakar UGM: Autentikasi biometrik lebih unggul lindungi data pribadi
Potensi ancaman dan kekhawatiran
Meski menjanjikan keamanan tinggi, teknologi biometrik juga memunculkan sejumlah kekhawatiran, terutama terkait privasi dan risiko penyalahgunaan data. Berbeda dengan kata sandi yang dapat diubah jika bocor, data biometrik bersifat permanen dan tidak dapat diganti.
Ancaman lainnya datang dari potensi peretasan. Sejumlah studi menunjukkan bahwa data biometrik seperti sidik jari dan wajah dapat dipalsukan dengan menggunakan cetakan atau model 3D dari foto yang diambil dari media sosial. Apabila data biometrik dicuri, pelanggaran terhadap identitas pribadi bisa berlangsung seumur hidup.
Sebagai contoh, pada tahun 2015, peretasan terhadap Kantor Manajemen Personalia AS menyebabkan kebocoran data sidik jari milik lebih dari 5 juta pegawai pemerintah, yang menimbulkan risiko jangka panjang terhadap identitas mereka.
Di sisi lain, kekhawatiran juga muncul akibat penggunaan teknologi pengenalan wajah dan iris secara luas oleh sejumlah negara untuk tujuan pengawasan. Beberapa kota seperti New York, London, dan Beijing telah mengintegrasikan kamera CCTV dengan basis data pengenalan wajah, yang menimbulkan pertanyaan mengenai batas perlindungan privasi publik.
Solusi dan perlindungan
Untuk mengurangi risiko penyalahgunaan, sistem biometrik kini mulai mengadopsi autentikasi berlapis seperti deteksi gerakan (misalnya kedipan mata), penyimpanan data terenkripsi di perangkat lokal, serta penggunaan atribut tambahan seperti usia dan jenis kelamin sebagai verifikasi tambahan.
Di tengah kemajuan teknologi, para ahli dan pemerintah menekankan pentingnya regulasi yang ketat serta edukasi publik untuk memastikan teknologi ini digunakan secara etis dan tidak membahayakan hak privasi masyarakat.
Dengan demikian, pemindaian mata biometrik adalah alat identifikasi yang sangat canggih dan bermanfaat, namun tetap harus digunakan secara hati-hati. Perlindungan data, transparansi penggunaan, serta regulasi yang tegas menjadi kunci agar teknologi ini benar-benar memberikan manfaat, bukan ancaman.
Baca juga: Jenis biometrik dan kegunaannya dalam keamanan data
Baca juga: Negara di luar Indonesia telah tangguhkan Worldcoin
Baca juga: XL Axiata siap adopsi eSIM dan registrasi pelanggan berbasis biometrik
Pewarta: Raihan Fadilah
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2025