Wamenkum: Penyusunan aturan hukum harus perhatikan kekuatan mutlak

22 hours ago 1

Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan penyusunan aturan hukum, baik undang-undang (UU) hingga peraturan pelaksana, harus memperhatikan kekuatan mutlak berdasarkan keberlakuan suatu UU dalam arti materiil.

Pasalnya, kata dia, apabila kekuatan mutlak tersebut dipenuhi, maka pihak yang diatur bisa menaati aturan dengan senang hati dan berbagai prinsip dalam penyusunan peraturan yang baik tidak terlewatkan.

"Keberlakuan suatu UU dalam arti materiil, harus memiliki tiga kekuatan mutlak, yakni kekuatan filosofis, kekuatan yuridis, serta kekuatan sosiologis," ungkap Eddy, sapaan karib Wamenkum dalam acara seminar nasional di Jakarta, Selasa.

Dalam kekuatan filosofis, ia menyebutkan biasanya filosofi sebuah aturan bisa dilihat dalam pertimbangan pembuatan. Meski terkadang tidak penting, konsiderans merupakan landasan filosofis dalam sebuah aturan.

Kemudian dalam kekuatan yuridis, sambung dia, dilihat dari dua sisi, yakni substansi dan formal. Keduanya bisa diajukan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) apabila terdapat ketidaksetujuan.

Lalu pada kekuatan sosiologis, Wamenkum menjelaskan aturan harus memiliki kekuatan untuk diterima oleh masyarakat luas.

"Itu sebabnya ada putusan MK mengenai meaningful participation, yakni bahwa ada hak dari masyarakat, negara, hingga stakeholder untuk didengarkan, dipertimbangkan, dan dijelaskan," ucap dia.

Baca juga: Pemerintah tunggu Komisi III serap aspirasi rakyat tentang RUU KUHAP

Maka dari itu dia pun mencontohkan dalam pembentukan UU, terdapat Panitia Antar-Kementerian (PAK) yang bertujuan agar suatu aturan tidak saling beririsan dan menabrak aturan yang lain.

Dikatakan bahwa hal tersebut pun tidak hanya berlaku pada level UU, bahkan pada peraturan pemerintah (PP), peraturan menteri (Permen), hingga pelaksanaannya.

Dengan demikian, menurut dia, biasanya dalam setiap pembentukan suatu peraturan perundang-undangan, baik UU, PP, serta Permen selalu diberikan jangka waktu selama dua tahun untuk menampung partisipasi dari publik.

"Ini bukan waktu yang singkat ya, tapi ini sangat penting," ujar Eddy.

Eddy berharap semua pembuat peraturan perundang-undangan mematuhi kekuatan mutlak tersebut guna menjaga harmonisasi peraturan.

"Karena jika tidak, nanti capek juga pasti Kementerian Hukum yang diminta untuk menghadapi uji materiil maupun formil aturan tersebut," tutur Eddy sambil tersenyum.

Baca juga: Wamenkum: RUU Penyesuaian Pidana selaraskan sistem pidana dengan KUHP baru

Baca juga: Wamenkum: Partisipasi bermakna serap aspirasi publik dalam penyusunan UU

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |