Jakarta (ANTARA) - Demensia, atau yang sering dikenal masyarakat dengan sebutan pikun, merupakan kondisi yang umumnya dialami oleh orang lanjut usia, terutama mereka yang berusia 60 tahun ke atas. Selama ini, demensia sering dianggap sebagai bagian dari proses alami penuaan.
Namun, faktanya kondisi ini tidak hanya bisa terjadi pada lansia. Demensia juga dapat dialami oleh orang yang masih usia muda, bahkan dalam beberapa kasus bisa menyerang anak-anak.
Demensia yang muncul sebelum usia 60 tahun dikenal dengan istilah Young Onset Dementia (YOD) atau Early Onset Dementia (EOD). Kondisi ini biasanya mulai terlihat sejak usia 20-an, dan pada kasus yang lebih jarang, bisa terjadi di usia yang lebih muda dari itu.
Apa itu demensia?
Demensia atau pikun adalah kondisi ketika seseorang mengalami penurunan fungsi otak. Dampaknya bisa terlihat dari menurunnya kemampuan berbahasa, daya ingat, cara berpikir, hingga kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Kondisi ini terjadi karena adanya penyakit yang menyerang sel-sel otak. Awalnya sel otak yang sehat akan terganggu kinerjanya, lalu perlahan rusak, bahkan bisa mati seiring waktu.
Demensia bersifat progresif, artinya gejalanya akan semakin berkembang dan memburuk dari waktu ke waktu. Oleh sebab itu, penyakit ini paling sering dialami oleh orang lanjut usia (lansia). Semakin bertambah usia seseorang, semakin tinggi pula risiko terkena demensia.
Baca juga: Gaya hidup sehat mampu turunkan risiko alzheimer dan demensia
Penyebab demensia di usia muda
Terdapat beberapa kondisi yang mampu menjadi faktor risiko terkenanya demensia di usia muda. Berikut rangkumannya berdasarkan tinjauan literatur medis:
- Seseorang yang terkena penyakit alzheimer akibat gen yang diturunkan.
- Seseorang yang mengidap down syndrome berisiko lebih tinggi terkena demensia.
- Seseorang yang terkena penyakit diabetes dan penyakit kardiovaskular, seperti stroke dan penyakit jantung. Hal ini disebabkan adanya gangguan suplai darah ke otak.
- Faktor genetik kerusakan otak (demensia frontotemporal), kondisi dimana genetik tertentu merusak area otak frontal (depan) dan lateral (samping).
- Penumpukan protein Lewy di otak sehingga menyebabkan Lewy Body Dementia (LBD).
- Terlalu banyak minum alkohol, sehingga merusak sel-sel otak dan risiko terjadinya cedera kepala. Kondisi ini disebut dengan Alcohol Related Brain Damage (ARBD).
- Neuronal Ceroid Lipofuscinoses (NCL) merupakan suatu kondisi adanya kelainan langka pada sel saraf yang disebabkan oleh penumpukan lipofuscin di otak.
- Batten Disease, yang merujuk pada kelainan sistem saraf yang diwariskan oleh orang tua.
- Niemann-Pick, yang merupakan suatu penyakit yang mempengaruhi kemampuan tubuh dalam metabolisme lemak (kolesterol dan lipid) di dalam sel. Penyakit ini menyebabkan kerusakan fungsi otak, sumsum tulang belakang, saraf, dan paru-paru.
- Epilepsy mioklonus progresif yang parah dan diwariskan dari keluarga atau disebut dengan penyakit Lafora.
Baca juga: Kebiasaan sehari-hari ini bisa cegah demensia
Gejala demensia pada usia muda
Gejala demensia pada usia muda tidak selalu mirip “lupa-lupa ringan.” Karena telah menyerang otak aktif yang masih bekerja, tanda-tanda awal bisa dialami lebih ringan namun berbeda.
Gejala kognitif umum:
- Penurunan memori jangka pendek: kesulitan mengingat hal-hal baru, sering mengulang pertanyaan
- Sulit menemukan kata (anomia): berbicara ragu, kehilangan kata tepat
- Kesulitan tugas sehari-hari: merencanakan, mengorganisir, atau menyelesaikan tugas rutin
- Kebingungan dan disorientasi: tersesat di tempat yang sebelumnya dikenal
Gejala non-kognitif dan perilaku:
- Perubahan kepribadian dan emosi: apati, penarikan diri, marah tanpa alasan jelas, perubahan kebiasaan
- Gangguan bahasa dan komunikasi: bicara secara lambat
- Gangguan visual dan persepsi ruang: kesulitan melihat objek, menilai jarak
- Gangguan tidur dan halusinasi (terutama pada LBD): mimpi hidup, penglihatan bayangan
- Masalah gerakan: kaku otot, tremor, lambat bergerak
Menurut organisasi alzheimer di Inggris, seseorang dengan demensia di usia muda, pertama kali mengalami perubahan perilaku, bahasa, kemampuan sosial, atau gerak dibandingkan gejala memori ingatan yang lebih terlihat.
Dalam demensia alzheimer dini, gejala awal yang terjadi meliputi lupa hal-hal penting baru, kesulitan menyelesaikan tugas sederhana, masalah visual-spasial, perubahan mood dan kepribadian.
Baca juga: Hari Alzheimer dan teknologi taklukkan lupa
Tips mencegah demensia di usia muda
Meskipun belum ada obat untuk menyembuhkan demensia, ada usaha pencegahan dan deteksi dini yang bisa dilakukan, diantaranya:
- Berolahraga secara rutin, aktivitas fisik dapat melancarkan aliran darah ke seluruh tubuh, termasuk otak. Dengan begitu, fungsi otak tetap terjaga dan risiko penyakit seperti demensia bisa dikurangi.
- Menerapkan pola makan sehat, konsumsi makanan bergizi yang baik untuk otak, seperti buah, sayuran, kacang-kacangan, serta minyak zaitun.
- Mencukupi asupan vitamin D, vitamin ini berperan penting dalam menjaga kesehatan otak dan mendukung fungsi saraf.
- Menghindari kebiasaan buruk, hindari merokok karena dapat merusak otak dan paru-paru, serta kurangi konsumsi alkohol agar tidak merusak sel otak.
- Menjaga otak tetap aktif, lakukan aktivitas yang dapat merangsang kognitif, misalnya belajar hal baru, membaca, atau berinteraksi dengan orang lain.
- Menerapkan pola hidup sehat, sehingga Anda akan terhindar dari penyebab risiko penyakit seperti hipertensi, obesitas, dan diabetes yang dapat meningkatkan peluang terkena demensia.
- Tidur cukup, waktu istirahat yang berkualitas sangat penting untuk menjaga kesehatan tubuh dan otak agar tetap optimal.
Baca juga: Lima kebiasaan yang sebaiknya dihindari untuk cegah alzheimer
Baca juga: Memahami Alzheimer: Penyakit otak yang kerap mengancam lansia
Pewarta: Putri Atika Chairulia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.