Jakarta (ANTARA) - Sebagai pemikir kelas wahid, gagasan Sutan Sjahrir selalu aktual. Pemikirannya terus dibaca dan dibahas hingga jauh hari setelah Sutan Sjahrir berpulang pada April 1966.
Penulis, sebagai bagian dari aktivis gerakan mahasiswa generasi 1990-an, menjadi saksi bagaimana pemikiran dan patriotisme Sjahrir selalu menjadi inspirasi bagi pergerakan kaum muda dari waktu ke waktu.
Saat Sjahrir meninggal, bisa jadi sebagian besar aktivis generasi 90-an belum lagi lahir,. Namun, sebagaimana pengalaman penulis sendiri, tulisan Sjahrir tetap bisa dinikmati, dan yang lebih penting, selalu relevan dengan perkembangan zaman.
Sutan Sjahrir merupakan generasi awal intelektual sosialis yang ditempa dalam pergulatan antikolonial yang bersifat transnasional.
Menurut Herbert Feith dalam kajian klasiknya, menyebut ideologi Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang didirikan Sjahrir mengandung “lebih banyak muatan Fabianisme” ketimbang Marxisme, yang ditandai dengan besarnya peran intelektual dalam mengarahkan ekonomi-politik suatu negara menuju sosialisme.
Adalah Sjahrir (bersama Hatta) yang mengintrodusir pemikiran proto sosialisme, demokratis di Indonesia yang banyak mendapat pengaruh dari Belanda dan Eropa Barat, tempat Sjahrir (bersama Hatta juga) dalam melanjutkan studi.
Pengaruh pemikiran sosialisme-demokratis dari Belanda sangat mewarnai Sjahrir saat kembali ke Indonesia (Hindia Belanda).
Baca juga: Humanisme dalam surat cinta Sjahrir untuk Maria
Baca juga: ANTARA Doeloe: Sutan Sjahrir akan berpidato dimuka umum
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.