Denpasar, Bali (ANTARA) -
Pengamat ekonomi dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, Bali, Ida Bagus Raka Suardana menyebutkan pentingnya subsidi biaya distribusi di tingkat produsen untuk menekan kenaikan harga beras.
"Subsidi distribusi dan operasi pasar juga bisa menjadi pilihan jangka pendek agar harga tetap terkendali di masyarakat," katanya di Denpasar, Bali, Selasa.
Menurut dia, subsidi distribusi dapat menjadi salah satu solusi menekan biaya logistik, selain memangkas rantai distribusi yang panjang.
Selain itu, kerja sama antarpemerintah daerah yang surplus produksi beras bersama daerah yang defisit produksi, perlu terus ditingkatkan.
Tujuannya agar cadangan beras pemerintah dapat diperkuat melalui pengadaan dalam negeri karena impor beras dari luar sudah ditutup oleh pemerintah.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian mencatat stok cadangan beras per Mei 2025 mencapai 3,5 juta ton atau tertinggi dalam 57 tahun terakhir.
Ia menjelaskan kenaikan harga beras medium dan premium di berbagai daerah, termasuk di Bali tidak sepenuhnya disebabkan oleh kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) dari Rp6.000 per kilogram menjadi Rp6.500 mulai Januari 2025.
Pemicu lainnya, lanjut dia, yakni produksi terganggu akibat cuaca ekstrem dan perubahan pola tanam karena dampak El Nino, distribusi menjadi terganggu hingga permainan harga oleh spekulan juga turut memicu ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan.
Pengawasan rantai pasok, kata dia, juga perlu diperkuat agar tidak terjadi penimbunan.
Meski harga beras di tingkat konsumen mengalami kenaikan, imbuh dia, tidak serta merta petani mendapatkan nilai tambah lebih besar.
"Itu karena struktur pasar yang panjang dan dominasi tengkulak menyebabkan harga jual gabah petani tidak sebanding dengan harga beras di pasar," katanya.
Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali nilai tukar petani (NTP) pada Juni 2025 sebesar 102,47 atau turun 0,53 persen dibandingkan bulan sebelumnya mencapai 103,02.
Penurunan NTP itu disebabkan indeks yang dibayar petani lebih tinggi dari indeks yang diterima petani.
Meski indeks menurun, namun menurut BPS Bali capaian indeks di atas 100 mengindikasikan petani mampu memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga dan biaya produksi pertanian.
Berdasarkan data sistem informasi harga pangan strategis (Sigapura) Bali, rata-rata harga beras medium yang terdata di 60 pasar di Bali pada Senin (7/7/2025) mencapai Rp14.272 per kilogram dengan harga tertinggi terjadi di Kabupaten Bangli mencapai Rp15.000 per kilogram.
Sedangkan, harga beras premium rata-rata di Bali mencapai Rp15.480 per kilogram, dengan harga tertinggi sebesar Rp16.200 di Kabupaten Klungkung, kemudian Rp16.000 per kilogram di Tabanan, Denpasar, dan Bangli.
Adapun harga beras premium paling tinggi tercatat di Pasar Mentigi mencapai Rp17.000 per kilogram yang sudah terjadi sejak satu minggu terakhir.
Baca juga: Satgas Pangan kawal kualitas-harga beras hingga ke daerah
Baca juga: Pakar Unsoed yakin pemerintah mampu kendalikan kenaikan harga beras
Baca juga: Anggota DPR tekankan percepatan stabilisasi harga beras di pasaran
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.