NEXT Indonesia: Ada 8 sektor yang tepat terima kucuran Rp200 triliun

2 hours ago 2

Jakarta (ANTARA) - NEXT Indonesia Center memandang terdapat delapan sektor yang tepat menerima kucuran kredit senilai total Rp200 triliun karena sektor-sektor tersebut memiliki efek pengganda (muliplier effect) terhadap pertumbuhan PDB.

Sebagaimana diketahui, dana pemerintah Rp200 triliun telah ditempatkan di bank-bank milik pemerintah. Likuiditas tambahan ini ditujukan untuk disalurkan ke sektor usaha agar perekonomian bergerak makin kencang.

Direktur Eksekutif NEXT Indonesia Center Christiantoko, dalam keterangannya di Jakarta, Senin, mengatakan nilai efek pengganda dari delapan sektor tersebut rata-rata lebih dari satu kali terhadap PDB.

Secara rata-rata, kucuran kredit ke dunia usaha atau sektoral mampu mengungkit perekonomian sekitar 1,44 kali.

"Ini menandakan, jika penyaluran kredit disalurkan ke sektor yang tepat, maka berpotensi mengungkit PDB sektoral lebih dari satu kali,” kata Christiantoko.

Adapun NEXT Indonesia Center telah melakukan simulasi sederhana terhadap sektor usaha yang berpotensi memberikan efek pengganda terhadap pertumbuhan ekonomi tinggi seandainya disalurkan kredit.

Rentang waktu yang digunakan yakni 2014-2024 atau dalam waktu 10 tahun, kecuali tahun 2020 karena dianggap anomali saat krisis COVID-19. Simulasi ini menganggap variabel lainnya tidak mengalami perubahan, kecuali kucuran kredit.

Delapan sektor yang dikerucutkan NEXT Indonesia Center mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak 17 sektor usaha, yang kemudian disesuaikan dengan kategori kredit sektoral Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Christiantoko mencontohkan industri pengolahan memiliki efek pengganda 1,69 dalam 10 tahun terakhir.

Selain itu, tujuh sektor lain yang memiliki daya ungkit kredit terhadap PDB lebih dari satu kali antara lain pertanian, kehutanan, dan perikanan; perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; penyediaan akomodasi makanan dan minuman; transportasi dan pergudangan, informasi dan komunikasi; jasa pendidikan; real estat; dan administrasi pemerintahan.

Christiantoko mengingatkan, apabila kredit disalurkan ke sektor usaha yang tidak tepat maka tidak akan mampu memberikan daya ungkit terhadap perekonomian.

Kucuran kredit di luar delapan sektor tersebut cenderung tidak mampu mengungkit pertumbuhan ekonomi secara langsung.

Dalam hal ini, bukan berarti kredit di luar delapan sektor tidak penting, namun transmisi daya ungkitnya kemungkinan terjadi tidak secara langsung. Menurut NEXT Indonesia Center, pesan penting dari simulasi ini agar pemerintah mengawal penyaluran kredit.

"Jangan berikan bank cek kosong, dalam arti boleh disalurkan ke mana saja. Sektor yang dikucurkan pinjaman harus jelas, dan pemerintah memastikan tepat sasaran," kata Christiantoko.

Terkait dengan pemanfaatan dana stimulus Rp200 triliun dari SAL yang telah dipindahkan ke rekening di bank pemerintah, Christiantoko mengingatkan agar pemerintah menyiapkan paket kebijakan yang mampu memuluskan kenaikan permintaan (demand).

Kebijakan tersebut tidak hanya dapat mengangkat permintaan kredit di dunia usaha, tetapi juga daya beli masyarakat.

"Paket kebijakan yang komprehensif ini penting, karena untuk mendukung kinerja perekonomian nasional, tidak dapat dikendalikan oleh Kementerian Keuangan sendiri," kata dia.

Apalagi, imbuh Christiantoko, likuiditas di perbankan masih relatif longgar dengan loan to deposit rasio (LDR) masih di bawah 90 persen. Begitu pun dengan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang masih terjaga, yakni rata-rata di bawah 2,5 persen.

"Data rasio kredit bermasalah itu menunjukkan risiko penyaluran kredit masih terkelola dengan baik, sekaligus mengisyaratkan bahwa dunia usaha masih mampu membayar kewajiban kreditnya," jelas dia.

Oleh sebab itu, Christiantoko menilai dunia usaha perlu didorong lagi untuk beraktivitas. Peluang ini sangat terbuka mengingat indeks manufaktur Indonesia untuk periode Agustus 2025 yang dikeluarkan oleh S&P Global ada di posisi 51,5 atau sedang melakukan ekspansi.

Begitu pun dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian, untuk periode yang sama indeksnya ada di posisi 53,55.

Christiantoko mengatakan bahwa dorongan untuk dunia usaha itu bisa saja dalam bentuk kemudahan atau stimulus fiskal.

"Tapi jangan lupa, kegiatan industri itu ada dalam kelolaan Kementerian Perindustrian. Di sinilah pentingnya paket kebijakan yang terintegrasi itu," kata dia.

Di sisi lain, upaya untuk mendorong tingkat permintaan dari masyarakat sebagai konsumen akhir juga diperlukan. Menurut NEXT Indonesia Center, program-program stimulus yang dapat mendorong daya beli harus tetap dijalankan agar ada insentif bagi dunia usaha untuk beraktivitas lebih.

Baca juga: Ekonom: Rp200 triliun di Himbara disertai dorongan permintaan kredit

Baca juga: Ekonom: Aliran dana pemerintah ke bank dorong DPK tumbuh 10 persen

Baca juga: OJK tetap awasi efektivitas pengelolaan dana pemerintah di lima bank

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |