Menggeser kecanduan gawai lewat aktivitas "dolanan" anak di Cirebon

1 day ago 8

Cirebon (ANTARA) - Suasana sore di Desa Munjul, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, tak lagi ramai seperti dulu. Jarang sekali terdengar suara bola plastik yang memantul di jalan, atau langkah kecil yang berlarian mengejar layangan.

Sekarang ini, anak-anak di desa tersebut lebih betah menghabiskan waktu menyelami ruang virtual dengan gawai.

Di rumah Saadah (39) misalnya, anak bungsunya duduk di pojok ruang tamu, terpaku pada gawai. Hampir tiga jam tak beranjak. Sesekali raut wajahnya menunjukkan tawa kecil kala menatap layar, lalu diam lagi.

Waktu seakan berhenti di hadapan cahaya biru yang menyala dari ponsel. Dia bermain gim daring, menonton video hingga berselancar di media sosial tanpa jeda.

“Kalau sudah pegang ponsel, susah dilepas. Kadang sampai lupa makan,” kata Saadah saat ditemui ANTARA, Selasa (15/10).

Ia mengaku khawatir, tetapi bingung harus bagaimana. Ponsel pintar, yang dulu dianggap alat bantu belajar, kini menjadi teman paling setia bagi anaknya.

Aktivitas belajar, membantu orang tua, bahkan waktu istirahat, sering kali dikalahkan oleh permainan daring.

Seorang anak saat menunjukkan tampilan tatap muka situs Roblox di Cirebon, Jawa Barat, Selasa (15/10/2025). ANTARA/Fathnur Rohman.

Banyak orang tua seperti Saadah yang kewalahan menghadapi fenomena ini. Mereka tidak sepenuhnya memahami cara mengontrol penggunaan ponsel bagi anak.

Ia sempat mencoba menyembunyikan gawai. Namun, seiring waktu malah menyerah karena tak ingin memicu pertengkaran di rumah.

“Kalau main ponsel, bisa empat jam lebih. Disuruh berhenti malah marah,” katanya.

Ia tak sendiri. Banyak orang tua di perdesaan Cirebon kini menghadapi dilema serupa. Gawai memang membantu anak-anak belajar daring dan mencari informasi. Namun penggunaan berlebihan membuat mereka sulit lepas dari dunia maya.

Di Kecamatan Mundu, Juleha pun mengeluhkan hal yang sama. Anak-anak di sekitar rumahnya kini jarang terlihat bermain di luar.

“Sekarang mainnya bareng, tapi masing-masing megang HP. Ngobrol pun jarang, cuma ketawa liat video anomali (brainrot),” tuturnya.

Ia menilai fenomena itu memperlihatkan perubahan besar pada pola tumbuh kembang anak. Aktivitas fisik berkurang, kemampuan sosial menurun, dan waktu interaksi keluarga menyusut.

Menurutnya, anak-anak di lingkungan tempat tinggalnya mulai menunjukkan tanda-tanda screen addiction yakni sulit tidur, mudah marah dan kehilangan fokus belajar.

Dalam jangka panjang, kebiasaan ini berisiko menurunkan kemampuan sosial dan empati anak.

Baca juga: Membina Generasi Alpha di era layar

Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |