Jakarta (ANTARA) - Ketua KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah menekankan bahwa trauma healing tidak hanya diperlukan oleh siswa yang terluka, tetapi juga seluruh siswa SMA Negeri 72 Jakarta Utara yang menyaksikan ledakan yang terjadi di lingkungan sekolah pada Jumat (7/11) siang.
“Semua anak, baik mengalami luka atau tidak, yang mendengar atau menyaksikan kejadian pasti membutuhkan pendampingan,” kata Margaret pada Jumat malam.
KPAI merekomendasikan penanganan trauma dilakukan oleh psikolog tersertifikasi dan melibatkan sejumlah pihak yang berkompeten, seperti HIMSI (Himpunan Psikologi Indonesia), Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA), hingga kepolisian yang memiliki tenaga spesialis psikologi.
Margaret juga menyambut rencana Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Atip Latipulhayat untuk mempercepat rehabilitasi sekolah agar kegiatan belajar bisa segera dilangsungkan.
Berdasarkan data sementara yang diterimanya dari kepolisian, sebanyak 14 anak menjalani rawat inap, mayoritas berusia di bawah 18 tahun. Dari jumlah tersebut, sekitar tujuh anak harus menjalani operasi akibat luka cukup berat.
“Luka yang dialami bervariasi, ada di bagian kaki, ada yang jarinya harus diangkat kukunya, banyak juga yang mengeluhkan sakit pada telinga dan bagian kepala,” ungkapnya.
Dia menambahkan bahwa data korban masih terus berkembang.
Saat tiba di rumah sakit, tercatat sekitar 33 anak masih menjalani perawatan, tetapi secara total angka korban sempat dilaporkan mencapai 37 orang, meski belum final karena masih dalam pendataan polisi.
Baca juga: RS Yarsi tangani tujuh korban ledakan SMAN 72 Jakarta
Baca juga: Polisi sebut olah TKP di SMAN 72 Jakarta telah selesai
Baca juga: Presiden Prabowo: Prioritaskan penanganan korban ledakan SMA 72
Pewarta: Hendri Sukma Indrawan
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.


















































