Mengakui peran pekerja informal melalui perlindungan setimpal

2 months ago 19
Karena, bagaimana pun, ekonomi Indonesia ditopang oleh pekerja informal di sekitar kita.

Jakarta (ANTARA) - Sebelum matahari terbit setiap harinya, terdapat ribuan pasang mata yang sudah mendahuluinya.

Pedagang sayur yang telah menyiapkan dagangannya di pasar, penjual mie ayam yang tengah mendorong gerobaknya, hingga pengemudi ojek daring atau online (ojol) yang akan mengantarkan pelanggan sampai ke stasiun KRL terdekat.

Bak roda motor maupun gerobak yang mereka putarkan, para pekerja informal ini merupakan penggerak perekonomian lokal dan nasional, tapi kehadirannya seakan masih terabaikan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya kenaikan tipis pada proporsi pekerja informal di Indonesia pada Februari 2025 menjadi sekitar 86,58 juta orang atau 59,40 persen dari total penduduk yang bekerja.

Bukan sekadar angka, data ini merefleksikan bahwa lebih dari setengah penduduk Indonesia merupakan pekerja yang rentan, karena statusnya yang tidak memiliki akses perlindungan selayaknya pekerja formal.

Berdasarkan definisi BPS, pekerja formal meliputi mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan dibayar, serta buruh, karyawan, atau pegawai.

Sementara kategori informal mencakup berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak tetap/pekerja keluarga/tidak dibayar, pekerja bebas, dan pekerja keluarga/tidak dibayar.

Adapun di Indonesia, dominasi penduduk yang berada di sektor informal ini tidak lepas dari karakteristik perekonomian yang mayoritas merupakan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Baca juga: Transformasi ketenagakerjaan: saatnya berpihak pada yang terpinggirkan

Memang, dominasi pekerja formal tidak hanya terjadi di Tanah Air, melainkan sebuah fenomena internasional.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan, sejumlah negara, salah satunya India, juga mengalami tantangan serupa. Bahkan, porsi pekerja informal di Negara Anak Benua itu sudah menyentuh angka 60 hingga 70 persen.

Namun, apa yang membuat pekerja informal mendominasi skena ketenagakerjaan di Indonesia?

Terdapat beberapa faktor yang membuat masyarakat memilih untuk bekerja lepas. Seiring perkembangan teknologi dan tren gig economy, fleksibilitas untuk mendapatkan penghasilan menjadi sebuah opsi yang tak terelakkan.

Akan tetapi, tren ini tidak lepas juga dari fakta pahit lainnya: gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dari berbagai sektor industri seperti manufaktur; hingga betapa menantangnya mendapatkan pekerjaan formal yang laik di Indonesia, bahkan untuk para lulusan sarjana.

Ketimbang berlarut-larut menunggu interview yang tak kunjung berbalas, banting setir sebagai pengemudi ojek online atau membuka usaha rumahan, mungkin menjadi sebuah solusi — yang bisa saja bersifat sementara atau pun sebaliknya.

Perlu diingat bahwa tingginya angka pekerja informal ini memunculkan tantangan yang kompleks. Mereka tidak memiliki penghasilan yang stabil, tidak punya jaminan pensiun dan jaminan sosial, hingga tak memiliki perlindungan hukum.

Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |