LSF dorong penyetaraan klasifikasi usia film di OTT

3 hours ago 3

Jakarta (ANTARA) - Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Naswardi mendorong adanya penyetaraan klasifikasi usia pada film di semua media termasuk over the top berbasis internet agar penonton memiliki rujukan atau referensi dalam menonton yang sesuai usia.

“Ini juga menjadi masukan-masukan berkaitan dengan perubahan regulasi, khususnya di revisi Undang-Undang Perfilman, termasuk juga revisi Undang-Undang Penyiaran. Jadi bagaimana semua materi di semua media penayangan itu bisa diklasifikasi, bisa mendapatkan penggolongan usia,” kata Naswardi saat berkunjung ke Antara Heritage Center, Rabu.

Ia mengatakan saat ini baru 5 persen tayangan di OTT lokal yang bisa disensor oleh LSF, sementara untuk OTT asing LSF belum memiliki regulasi yang sama untuk mengatur tayangan.

Naswardi mengatakan hal ini juga menjadi perhatian pelaku industri film karena menganggap regulasi yang mengatur sensor perfilman Indonesia tidak bisa disetarakan untuk diaplikasikan ke tayangan dari OTT luar negeri.

“Kalau di bioskop jelas peraturannya mengikuti peraturan di dalam undang-undang perfilman, bahwa persyaratan sebuah materi itu bisa tayang, itu dikurasi, difiltrasi, dinilai, diteliti oleh Lembaga Sensor Film. Begitu juga di televisi, sama pra syaratnya adalah adanya surat tanda lulus sensor, diteliti, dinilai oleh LSF, kemudian pascatayangnya diawasi oleh KPI. Tetapi untuk JTI Jaringan Teknologi Informatika, untuk streaming, OTT, video in demand, dan media sosial, ini masyarakat atau pelaku industri menyampaikan kami ini tidak setara dengan mereka,” kata Naswardi.

Baca juga: LSF kaji penggunaan teknologi AI untuk proses penyensoran

Naswardi mengatakan saat ini LSF berkolaborasi dengan lintas kementerian yakni Kementerian Ekonomi Kreatif, Kementerian Agama, Kementerian Kebudayaan, dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah.

Sementara untuk pengawasan di OTT, LSF juga dibantu oleh Kementerian Komunikasi dan Digital untuk menindaklanjuti laporan masyarakat terkait tayangan yang melanggar sensor.

Naswardi juga mendorong para pelaku usaha industri perfilman khususnya yang menayangkan produknya di jaringan teknologi informatika, terutama over the top, video on demand, termasuk media sosial, untuk menyeleksi secara mandiri tayangannya agar sesuai dengan kaidah sensor yang berlaku di Indonesia.

Ia juga mendorong pemilik OTT lokal untuk ikut menyensor film atau tayangan yang masuk ke platform mereka, agar masyarakat memiliki rujukan yang sesuai dengan yang kategori usia.

Ia menyebut kriteria penyensoran film mempertimbangkan unsur pornografi, sex menyimpang, unsur kekerasan, praktek narkotika, perbuatan melawan hukum dan perendahan harkat martabat. Selain itu juga dinilai dari konteks, teks, tema, judul, dialog, monolog dan teks terjemahan untuk film asing.

Hingga September 2025, Lembaga Sensor Film (LSF) telah menerbitkan kurang lebih 29 ribu surat tanda lulus sensor dari berbagai materi penayangan, dengan film layar lebar nasional sejumlah 217 judul dan 212 judul dari film impor dari 18 negara.

Selain film, LSF juga menilai produk sebelum tayang di televisi seperti iklan, infotainment, program kuliner, dan program keagamaan diteliti sesuai klasifikasi usia.

Baca juga: LSF: 46 persen penonton film Indonesia memperhatikan klasifikasi usia

Baca juga: LSF buat budaya sensor mandiri bangun kebiasaan tontonan berkualitas

Baca juga: Pemerintah siapkan aturan untuk filtrasi konten di OTT video streaming

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Mahmudah
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article
Rakyat news | | | |