PBB (ANTARA) - Dengan hanya lima tahun tersisa, hanya 35 persen dari target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal/SDG) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berada di jalur yang benar, sementara hampir setengahnya terhenti dan 18 persen mengalami kemunduran, menurut laporan PBB yang dirilis pada Senin (14/7).
Dalam satu dekade terakhir sejak Agenda 2030 PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan diadopsi, berbagai pencapaian global yang penting telah dicapai di bidang kesehatan, pendidikan, energi, dan konektivitas digital, demikian menurut Laporan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2025.
Jumlah infeksi HIV baru telah turun hampir 40 persen sejak 2010. Pencegahan malaria telah menangani 2,2 miliar kasus dan menyelamatkan 12,7 juta nyawa sejak 2000.
Perlindungan sosial kini telah menjangkau lebih dari separuh populasi dunia, meningkat signifikan dari satu dekade lalu. Sejak 2015, 110 juta anak dan remaja telah masuk sekolah.
Perkawinan dini atau perkawinan di usia anak mengalami penurunan, dengan semakin banyak anak perempuan yang tetap bersekolah dan perempuan juga mendapatkan tempat di parlemen di seluruh dunia, papar laporan itu.
Pada 2023, 92 persen populasi dunia memiliki akses listrik. Penggunaan internet telah melonjak dari 40 persen pada 2015 menjadi 68 persen pada 2024. Upaya konservasi telah melipatgandakan perlindungan terhadap ekosistem utama, yang berkontribusi pada ketahanan keanekaragaman hayati global, ungkap laporan itu lebih lanjut.
Namun, laju perubahan masih belum cukup untuk memenuhi target SDG pada 2030. Lebih dari 800 juta orang masih hidup dalam kemiskinan ekstrem. Miliaran orang masih kekurangan akses terhadap air minum yang aman, sanitasi, dan layanan kebersihan. Perubahan iklim mendorong 2024 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat.
Konflik mengakibatkan hampir 50.000 kematian pada 2024. Pada akhir tahun tersebut, lebih dari 120 juta orang terpaksa mengungsi. Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menghadapi rekor biaya pembayaran utang tertinggi sebesar 1,4 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp16.247) pada 2023, menurut laporan tersebut.
Dokumen tersebut menyerukan aksi di enam bidang prioritas, yaitu sistem pangan, akses energi, transformasi digital, pendidikan, pekerjaan dan perlindungan sosial, serta aksi iklim dan keanekaragaman hayati.
"Kita berada dalam keadaan darurat pembangunan global, yakni keadaan darurat yang diukur dari 800 juta lebih orang yang masih hidup dalam kemiskinan ekstrem, dampak iklim yang semakin parah, dan pembayaran utang yang tiada henti, yang menguras sumber daya yang dibutuhkan oleh negara-negara untuk berinvestasi pada rakyatnya," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada saat peluncuran laporan tersebut.
"Laporan hari ini menunjukkan bahwa SDG PBB masih dalam jangkauan. Tetapi hanya jika kita bertindak, dengan urgensi, persatuan, dan tekad yang kuat," katanya.
Saat memperkenalkan laporan tersebut, Under-Secretary-General PBB untuk Urusan Ekonomi dan Sosial Li Junhua menyerukan "multilateralisme yang mendesak" untuk mengatasi kurangnya kemajuan dalam SDG PBB.
"Tantangan yang kita hadapi pada dasarnya bersifat global dan saling terkait. Tidak ada satu negara pun, terlepas dari kekayaan atau kapasitasnya, yang dapat mengatasi perubahan iklim, kesiapsiagaan pandemi, atau ketidaksetaraan secara sendirian. Agenda 2030 PBB merupakan pengakuan kolektif kita bahwa nasib kita saling terkait dan bahwa pembangunan berkelanjutan bukanlah permainan tanpa hasil, melainkan upaya bersama yang menguntungkan semua pihak," kata Li.
"Momen ini menuntut apa yang saya sebut sebagai 'multilateralisme yang mendesak', komitmen baru untuk kerja sama internasional berdasarkan bukti, kesetaraan, dan akuntabilitas timbal balik. Ini berarti memperlakukan SDG PBB bukan sebagai tujuan yang aspiratif tetapi sebagai komitmen yang tidak dapat ditawar untuk generasi masa kini dan yang akan datang," katanya.
Pewarta: Xinhua
Editor: Indra Arief Pribadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.